Youth and Media for Responsible Business

Bisnis Bertanggung Jawab Hak Asasi Terjaga

Mendorong Bisnis Berkeadilan dan Berkelanjutan

Pernahkah kamu bertanya-tanya... 

 

Siapa yang membuat baju yang kamu kenakan? Atau bagaimana perusakan di balik aplikasi favoritmu memperlakukan para pekerjanya?

 

Bisnis memang punya peran besar: menciptakan pekerjaan, membangun ekonomi, dan membawa perubahan positif. Namun, apa yang terjadi jika bisnis dijalankan tanpa menghormati hak asasi manusia? Dampaknya bisa serius, mulai dari ketidakadilan, diskriminasi, hingga kerusakan lingkungan.

 

Contoh nyata yang sering terjadi:

  1. Upah tidak dibayar sesuai hak
  2. Magang tanpa kontrak dan perlindungan
  3. Diskriminasi atau pelecehan yang dibiarkan
  4. Produk dibuat melalui kerja paksa atau merusak alam

Inilah alasan mengapa kita perlu memahami Business and Human Rights (B+HR). Kerangka ini mengingatkan bahwa bisnis bukan hanya soal keuntungan, tapi juga tentang menghormati hak setiap orang.

Lewat pembelajaran ini, kita akan mengulik pertanyaan penting:

  • Apa sebenarnya B+HR itu?
  • Mengapa hal ini relevan bagi anak muda?
  • Bagaimana kita bisa ikut mendorong bisnis yang lebih adil dan berkelanjutan?

Karena masa depan bisnis yang menghormati hak asasi manusia bukan hanya tanggung jawab perusahaan dan pemerintah, tetapi juga generasi muda. 

Mengapa Bisnis Harus Peduli pada Hak Asasi Manusia?

Video ini memperkenalkan UN Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs) dan bagaimana prinsip-prinsip tersebut menjadi dasar bagi tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030. Melalui video ini, kamu akan memahami mengapa setiap bisnis memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak asasi manusia dan bagaimana langkah-langkah ini dapat menciptakan perubahan nyata bagi masyarakat dan lingkungan.

Tentang B+HR

Apa Itu B+HR?

Business and Human Rights (B+HR) adalah kerangka yang memastikan bisnis berjalan dengan menghormati hak asasi manusia. Bisnis memang membawa banyak manfaat: lapangan kerja, inovasi, dan kemajuan ekonomi. Namun, jika dijalankan tanpa menghormati hak asasi manusia, dampaknya bisa serius, mulai dari diskriminasi di tempat kerja, upah tidak layak, hingga kerusakan lingkungan.

B+HR berlaku untuk semua jenis usaha, dari perusahaan multinasional hingga UMKM dan startup. Dengan memahami B+HR, kita bisa mendorong bisnis yang bukan hanya mencari keuntungan, tetapi juga menjaga martabat manusia. Siap jadi bagian dari perubahan? Pelajari lebih lanjut dan ambil peranmu di sini.

Ilustrasi tiga orang muda berkolaborasi dengan teknologi - seorang pria dengan laptop mengenakan baju hijau, seorang wanita berhijab di tengah memegang tablet mengenakan baju biru, dan seorang pria berkacamata dengan tablet mengenakan baju oranye, berlatar belakang kuning dengan pola plus

Kenapa Penting untuk Anak Muda?

Sebagai generasi muda, kamu punya posisi unik: pekerja, konsumen, dan bahkan pelaku usaha. Artinya, kamu bukan hanya penonton, tetapi bagian dari sistem bisnis yang ada saat ini. Pilihanmu dalam bekerja, membeli, atau membangun usaha bisa menentukan arah perubahan.

Faktanya, anak muda sering menjadi kelompok paling rentan terhadap praktik bisnis yang tidak adil, seperti magang tanpa bayaran, kontrak tidak jelas, atau lembur berlebihan. Dengan memahami Business and Human Rights (B+HR), kamu bisa lebih memahami hak-hakmu, melindungi diri dari risiko, dan ikut mendorong budaya kerja yang sehat, adil, dan berkelanjutan untuk semua. Siap ambil peran? Yuk cari tahu lebih lanjut!

Ilustrasi seorang wanita muda dalam pose merayakan kesuksesan dengan tangan terangkat, mengenakan blazer biru tua dengan dasi kupu-kupu, berlatar belakang hijau dengan pola plus

Apa yang Akan Kamu Pelajari?

Untuk memahami B+HR secara utuh, kami menyiapkan lima modul pembelajaran yang saling melengkapi:

  • Mengenal Hak Asasi Manusia – Hak dasar setiap orang dan kaitannya dengan dunia kerja dan bisnis.
  • B+HR dalam Praktik – Prinsip, praktik, dan dampak bisnis terhadap HAM dengan contoh nyata.
  • Dari Kesadaran Jadi Tindakan – Panduan langkah aman menghadapi pelanggaran, termasuk cara melapor dan mendukung korban.
  • Bisnis yang Bertanggung Jawab – Praktik baik perusahaan dari berbagai sektor, konsep ESG, dan peran anak muda.
  • Suara Kita Bisa Menggerakkan Perubahan – Dari pengalaman personal menjadi kampanye atau advokasi yang berdampak.

Setiap modul mengajakmu belajar, berefleksi, dan mencoba langkah konkret sesuai kapasitasmu.

Ilustrasi seorang pria muda memegang buku dan laptop sambil melambaikan tangan, mengenakan kaos kuning dengan raglan putih, berlatar belakang merah dengan pola plus

Bagaimana Cara Belajarnya?

Belajar tentang Business and Human Rights (B+HR) di sini tidak seperti membaca buku teks yang kaku. Setiap modul dikemas dengan aktivitas reflektif yang bisa kamu lakukan sendiri atau bersama teman.

Kamu akan menemukan:

  • Studi kasus nyata dari berbagai sektor bisnis di Indonesia dan dunia.
  • Tips praktis menghadapi situasi ketidakadilan di tempat kerja atau komunitas.
  • Pertanyaan refleksi untuk menghubungkan materi dengan pengalaman pribadi.
  • Aktivitas kelompok yang bisa digunakan di komunitas, kampus, atau ruang diskusi.

Dengan pendekatan ini, belajar tentang B+HR bukan hanya soal teori, tetapi juga pengalaman yang bisa mengubah cara pandangmu terhadap dunia kerja dan usaha.

Ilustrasi dua orang pria berjabat tangan dalam suasana profesional, satu memegang megafon dan satu memegang buku, dengan ikon bangunan institusi di latar belakang, berlatar kuning dan biru dengan elemen media sosial

Mengapa Penting untuk Mulai Sekarang?

Semakin cepat kita memahami hak-hak kita, semakin kuat posisi kita untuk menyuarakan dan mencegah ketidakadilan sejak awal.

Perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil, dari satu ide yang menginspirasi, satu komunitas yang peduli, atau satu konten yang membuka wawasan banyak orang. Dengan mulai belajar sekarang, kamu sudah mengambil langkah pertama untuk menciptakan dunia kerja dan bisnis yang lebih adil dan bertanggung jawab.

Suara kamu penting. Setiap langkah berarti. Bersama-sama, kita bisa menciptakan perubahan. Yuk mulai belajar sekarang!

Ilustrasi kelompok lima orang muda yang beragam sedang tos bersama dengan penuh semangat, masing-masing mengenakan ID badge dan pakaian berwarna-warni, dengan simbol hati biru di tengah, berlatar belakang biru gelap dengan pola plus
Bisnis yang bertanggung jawab berarti menghormati hak setiap orang, di setiap lini.

Bukan hanya soal upah dan jam kerja, tapi juga soal rantai pasok yang adil, perlindungan data, dan kelestarian lingkungan.

Pendekatan Business and Human Rights (B+HR) membantu kita melihat gambaran utuh bahwa menjaga martabat manusia adalah bagian penting dalam menjalankan usaha yang berkelanjutan.

    Mengenal Hak Asasi Manusia

    Fondasi Universal bagi Keadilan dan Martabat Manusia

    Tujuan Pembelajaran
    Hak Asasi Manusia
    Hak dalam Bisnis
    Pelanggaran HAM
    Refleksi

    Tujuan Pembelajaran

    Setelah mengikuti modul ini, peserta diharapkan mampu:

    • Mengetahui hak-hak dasar yang dimiliki setiap orang dalam konteks kerja, usaha, dan konsumsi.
    • Memahami kerangka hukum yang melindungi hak tersebut, baik di Indonesia maupun global.
    • Mengidentifikasi praktik bisnis yang menghormati atau justru melanggar HAM.

    1. Apa Itu Hak Asasi Manusia (HAM)?

    Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak mendasar yang dimiliki setiap manusia sejak lahir sebagai bagian dari martabat dan eksistensinya. HAM melekat pada setiap individu tanpa memandang suku, ras, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, usia, status sosial, pekerjaan, atau kebangsaan. Hak-hak ini tidak diberikan oleh negara atau institusi, melainkan bersumber dari martabat manusia itu sendiri.

    karena itu ham memiliki empat ciri utama

    Landasan HAM di Dunia

    HAM berakar kuat pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights/UDHR) tahun 1948, yang ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pasca Perang Dunia II. UDHR menegaskan bahwa semua manusia "dilahirkan merdeka dan setara dalam martabat dan hak."

    Deklarasi ini kemudian dijabarkan ke dalam instrumen internasional yang mengikat secara hukum, di antaranya:

    • International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR, 1966) → menjamin hak sipil dan politik, seperti kebebasan berekspresi, kebebasan berkumpul, kebebasan beragama, dan hak atas pengadilan yang adil.
    • International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR, 1966) → menjamin hak ekonomi, sosial, dan budaya, seperti hak atas pendidikan, kesehatan, pekerjaan, perumahan, dan standar hidup layak.

    Kedua kovenan ini bersama UDHR sering disebut sebagai International Bill of Human Rights.

    Selain itu, ada perjanjian internasional khusus yang melindungi kelompok rentan:

    • CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women, 1979) → hak perempuan.
    • CRC (Convention on the Rights of the Child, 1989) → hak anak.
    • CRPD (Convention on the Rights of Persons with Disabilities, 2006) → hak penyandang disabilitas.
    • CERD (Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination, 1965) → hak atas kesetaraan tanpa diskriminasi ras.
    • CAT (Convention Against Torture, 1984) → perlindungan dari penyiksaan.

    Landasan HAM di Indonesia

    Indonesia mengakui HAM dalam UUD 1945 yang telah diamandemen. Pasal-pasal penting antara lain:

    • Pasal 27 ayat (2): tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
    • Pasal 28A–28J: memuat daftar panjang hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
    • Pasal 28I ayat (1): menegaskan hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non-derogable rights), seperti hak hidup, hak bebas dari penyiksaan, dan kebebasan beragama.

    Selain UUD, ada UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang memperkuat perlindungan HAM di Indonesia, serta berbagai undang-undang sektoral seperti:

    • UU Ketenagakerjaan,
    • UU Perlindungan Anak,
    • UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual,
    • UU Perlindungan Data Pribadi,
    • UU Lingkungan Hidup.
    prinsip prinsip pokok ham

    Untuk mempelajari lebih lanjut tentang prinsip PANEL, kamu bisa membaca panduan OHCHR Frequently Asked Questions on a Human Rights-Based Approach to Development Cooperation di sini ya.

    jenis jenis hak

    Kewajiban Negara: Respect – Protect – Fulfil

    Negara adalah aktor utama dalam pemenuhan HAM. Kewajiban negara dirumuskan dalam tiga pilar:

    • Respect (Menghormati): tidak melakukan tindakan yang melanggar HAM.
    • Protect (Melindungi): mencegah pelanggaran HAM oleh pihak ketiga, termasuk perusahaan.
    • Fulfil (Memenuhi): mengambil langkah-langkah nyata (regulasi, kebijakan, anggaran, layanan) untuk menjamin pemenuhan HAM.

    Siapa yang Memegang Hak, Siapa yang Memikul Kewajiban?

    • Rights-holders (Pemegang Hak): setiap individu, tanpa kecuali.
    • Duty-bearers (Pemangku Kewajiban): terutama negara, tetapi juga termasuk bisnis, organisasi, dan aktor non-negara lain yang berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat.

    Pembatasan dan Non-Derogable Rights

    Tidak semua hak bisa dibatasi. Ada hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non-derogable rights), misalnya:

    • Hak untuk hidup.
    • Hak bebas dari penyiksaan.
    • Hak bebas dari perbudakan.
    • Hak atas pengakuan sebagai pribadi di hadapan hukum.
    • Kebebasan beragama dalam ranah internal.

    Hak-hak lain dapat dibatasi hanya jika:

    • Diatur dengan undang-undang.
    • Untuk tujuan yang sah (misalnya keamanan publik).
    • Dilakukan secara perlu dan proporsional.
    • Tidak diskriminatif.
    • Dapat diuji secara hukum.

    Akses terhadap Pemulihan

    Jika HAM dilanggar, setiap orang berhak atas pemulihan (remedy). Bentuknya bisa:

    • Yudisial: pengadilan umum, pengadilan hubungan industrial, pengadilan tata usaha negara.
    • Non-Yudisial Berbasis Negara: Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dinas ketenagakerjaan, dinas lingkungan hidup.
    • Non-Yudisial Berbasis Bisnis: mekanisme pengaduan perusahaan, whistleblowing system, mediasi internal.

    Mengapa HAM Penting?

    HAM adalah dasar bagi kehidupan yang bermartabat. Tanpa perlindungan HAM:

    • Orang bisa dipaksa bekerja tanpa upah layak.
    • Anak-anak bisa dieksploitasi.
    • Perempuan bisa didiskriminasi dalam pekerjaan.
    • Masyarakat adat bisa kehilangan tanahnya.
    • Lingkungan hidup bisa rusak hingga merusak generasi mendatang.

    Dengan kata lain, HAM bukan sekadar teori atau dokumen hukum, tetapi fondasi keadilan sosial, ekonomi, dan politik.

    2. Hak Utama dalam Pekerjaan dan Bisnis

    Berikut 7 hak utama yang paling relevan buat anak muda Indonesia dalam konteks kerja dan usaha:

    1. Hak atas Upah yang Layak

    Kamu berhak mendapat kompensasi yang adil atas kerja yang kamu lakukan. Ini bukan bonus, ini hak kamu.

    2. Hak atas Kondisi Kerja yang Aman dan Sehat

    Kamu berhak bekerja di tempat yang tidak membahayakan fisik dan mentalmu. Ini bukan bonus, ini hak kamu.

    3. Hak Bebas dari Diskriminasi

    Kamu berhak diperlakukan adil di tempat kerja, tanpa dibedakan karena siapa kamu atau dari mana kamu berasal.

    4. Hak atas Waktu Istirahat dan Kehidupan Pribadi

    Kamu punya batasan kerja, waktu istirahat, dan ruang pribadi yang wajib dihormati. Kerja keras itu penting, tapi kamu juga berhak untuk istirahat.

    5. Hak untuk Tahu dan Punya Kontrak

    Kamu berhak tahu syarat kerja kamu sejak awal, dan dilindungi dengan perjanjian yang jelas.

    6. Hak atas Kebebasan Bersuara dan Berserikat

    Kamu punya hak untuk menyampaikan keluhan, menyuarakan pendapat, dan bersatu dengan pekerja lain tanpa takut diintimidasi.

    7. Hak Anak dan Remaja (Bagi Usia di Bawah 18 Tahun)

    Anak tidak boleh dieksploitasi dalam pekerjaan yang membahayakan keselamatan, mengganggu pendidikan, atau merampas masa kanak-kanak mereka.

    1. Hak atas Upah yang Layak

    Apa saja bentuk perlindungan upah yang seharusnya kamu dapatkan?

    • Upah tidak boleh di bawah standar Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
    • Tidak boleh ditunda-tunda pembayarannya.
    • Tidak boleh diganti dengan "pengalaman" atau "sertifikat saja".
    • Peserta magang tetap berhak atas uang saku dan/atau biaya transportasi serta jaminan sosial, sesuai aturan.

    Referensi Landasan Hukum dan Kebijakan

    Hukum Nasional Indonesia

    • UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: Menetapkan hak pekerja atas penghasilan yang adil dan layak.

    • Permenaker No. 6 Tahun 2020: Menegaskan bahwa peserta magang berhak atas uang saku dan/atau transportasi, jaminan sosial, serta sertifikat.

    Konvensi Internasional

    • ILO Convention No. 100 (Equal Remuneration Convention, 1951): Menegaskan prinsip upah yang setara untuk pekerjaan yang bernilai sama, tanpa diskriminasi gender.

    UN Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs): Perusahaan bertanggung jawab memastikan pekerja mendapatkan kompensasi yang adil dan layak, sebagai bagian dari penghormatan HAM.

    2. Hak atas Kondisi Kerja yang Aman dan Sehat

    Apa saja bentuk perlindungan yang kamu berhak dapatkan?

    • Diberi perlindungan dasar
      • Seperti alat pelindung diri (APD), pelatihan keselamatan, dan informasi soal risiko kerja.
    • Tidak dipaksa lembur terus-menerus
      • Kerja ekstra boleh, tapi harus atas persetujuan dan tetap manusiawi.
    • Tidak boleh dipaksa bekerja saat sakit
      • Kesehatan kamu lebih penting dari target kerja.
    • Tidak boleh di-bully atau dimaki-maki di tempat kerja
      • Lingkungan kerja harus bebas dari kekerasan verbal dan mental.

    Referensi Landasan Hukum dan Kebijakan

    Hukum Nasional Indonesia

    • UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan – Pasal 86 & 87: Menyatakan bahwa setiap pekerja berhak atas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan nilai-nilai agama.

    • UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja: Mengatur kewajiban perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat.

    Konvensi Internasional

    UN Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs): Korporasi punya tanggung jawab untuk menghormati hak-hak pekerja, termasuk hak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat.

    • ILO Convention No. 155 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja): Menegaskan bahwa semua pekerja berhak atas perlindungan dari risiko kerja, termasuk risiko fisik dan mental. Negara dan perusahaan wajib mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

    3. Hak Bebas dari Diskriminasi

    Kamu berhak diperlakukan adil di tempat kerja, tanpa dibedakan karena siapa kamu atau dari mana kamu berasal.

    Apa saja bentuk diskriminasi yang dilarang?

    • Tidak boleh ditolak kerja karena agama, ras, gender, orientasi seksual, disabilitas, atau asal kampus.
    • Tidak boleh dilecehkan secara verbal atau fisik, termasuk catcalling, komentar seksis, atau kekerasan berbasis gender.
    • Tidak boleh dianggap kurang mampu hanya karena kamu berasal dari kelompok minoritas.

    Kenapa Ini Penting?

    Diskriminasi membuat banyak anak muda kehilangan kesempatan kerja hanya karena identitas mereka. Padahal, yang seharusnya dinilai adalah kemampuan, kompetensi, dan etos kerja, bukan latar belakang.

    Referensi Landasan Hukum dan Kebijakan

    Hukum Nasional Indonesia

    • UUD 1945 Pasal 27 & 28D: Semua warga negara punya hak yang sama di mata hukum dan berhak atas pekerjaan serta perlakuan yang adil.

    • UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 5 & 6: Setiap pekerja berhak atas kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk mendapatkan pekerjaan dan perlakuan yang adil dari pemberi kerja.
    Pasal 153: Pemutusan hubungan kerja tidak boleh dilakukan karena agama, ras, gender, orientasi politik, kondisi fisik, atau status pernikahan.

    • UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas: Perusahaan wajib mempekerjakan minimal 1% pekerja disabilitas dan memberikan akses serta perlakuan yang setara.

    • UU No. 40 Tahun 2008: Melarang diskriminasi berdasarkan ras dan etnis di semua bidang, termasuk pekerjaan.

    Konvensi Internasional

    • ILO Convention No. 111 (diratifikasi Indonesia lewat UU No. 21 Tahun 1999): Melarang diskriminasi dalam pekerjaan berdasarkan ras, jenis kelamin, agama, opini politik, asal-usul sosial, dan lainnya.

    • ILO Convention No. 100: Menjamin upah yang setara untuk pekerjaan yang nilainya setara, tanpa diskriminasi gender.

    • CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women): Mewajibkan negara menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan menjamin kesetaraan hak mereka di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keluarga.

    4. Hak atas Waktu Istirahat dan Kehidupan Pribadi

    Kamu punya batasan kerja, waktu istirahat, dan ruang pribadi yang wajib dihormati. Kerja keras itu penting, tapi kamu juga berhak untuk istirahat dan punya hidup di luar kerja.

    Apa saja bentuk perlindungan yang kamu berhak dapatkan?

    • Jam kerja yang manusiawi
      • Biasanya 8 jam per hari, maksimal 40 jam per minggu.
    • Waktu istirahat dan cuti
      • Minimal 30 menit istirahat setelah 4 jam kerja, dan satu hari libur per minggu.
    • Tidak diganggu di luar jam kerja
      • Termasuk saat tengah malam bahkan dalam pekerjaan yang kreatif atau dinamis.
      • Komunikasi kerja sebaiknya dilakukan di waktu yang wajar dan disepakati bersama.

    Kenapa Ini Penting?

    Istirahat bukan kemewahan, tapi kebutuhan.

    Tanpa waktu istirahat yang cukup, kamu bisa mengalami burnout, stres, bahkan gangguan kesehatan.

    Kehidupan pribadi itu hak, bukan bonus.

    Kamu berhak punya waktu untuk keluarga, teman, hobi, dan diri sendiri.

    Referensi Landasan Hukum dan Kebijakan

    Hukum Nasional Indonesia

    • UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: Menetapkan batas jam kerja dan hak atas waktu istirahat, cuti, dan libur mingguan.

    • Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021: Menegaskan bahwa jam kerja tidak boleh melebihi 40 jam per minggu, dan lembur harus atas persetujuan tertulis serta dibayar sesuai ketentuan.

    Konvensi Internasional

    • Pasal 24 Deklarasi Universal HAM (UDHR): "Setiap orang berhak atas waktu istirahat dan liburan, termasuk pembatasan jam kerja yang wajar dan cuti berkala dengan upah."

    • ILO Convention No. 1 dan No. 30: Menetapkan batas jam kerja dan hak atas waktu istirahat sebagai bagian dari kondisi kerja yang layak.

    5. Hak untuk Tahu dan Punya Kontrak

    Kamu berhak tahu syarat kerja kamu sejak awal, dan dilindungi dengan perjanjian yang jelas.

    Apa saja bentuk perlindungan yang kamu berhak dapatkan?

    • Kontrak kerja/magang harus tertulis, bukan hanya obrolan informal.
    • Kamu berhak tahu: durasi kerja, tugas, hak, dan jadwal pembayaran.
    • Status kerja kamu tidak boleh mendadak berubah atau dibuat ambigu.

    Kalau kamu belum dapat kontrak atau syarat kerja kamu tidak jelas, kamu berhak bertanya dan meminta kejelasan.

    Kenapa Ini Penting?

    • Biar kamu tahu apa yang kamu kerjakan, kapan kamu dibayar, dan berapa lama kamu kerja.

    • Supaya kamu tidak bingung atau dirugikan kalau tiba-tiba ada perubahan.

    • Karena "percakapan WhatsApp" bukan kontrak yang sah hak kamu harus tertulis dan jelas.

    Referensi Landasan Hukum dan Kebijakan

    Hukum Nasional Indonesia

    • UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan – Pasal 51 & 52: Menyatakan bahwa perjanjian kerja harus dibuat secara tertulis atau lisan yang sah, dan memuat hak serta kewajiban kedua pihak.

    • Permenaker No. 6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pemagangan: Magang harus disertai perjanjian tertulis yang menjelaskan hak, kewajiban, dan durasi magang.

    Konvensi Internasional

    UN Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs): Menekankan pentingnya transparansi dan perlindungan terhadap pekerja, termasuk dalam hubungan kerja informal.

    • ILO Recommendation No. 204 tentang Transisi dari Informal ke Formal: Mendorong agar semua bentuk kerja, termasuk magang dan freelance, memiliki perlindungan hukum yang jelas.

    6. Hak atas Kebebasan Bersuara dan Berserikat

    Kamu punya hak untuk menyampaikan keluhan, menyuarakan pendapat, dan bersatu dengan pekerja lain tanpa takut diintimidasi. Ini bukan bonus, ini hak dasar.

    Apa saja bentuk perlindungan yang kamu berhak dapatkan?

    • Boleh menyatakan pendapat jika ada perlakuan yang tidak adil.
    • Boleh membentuk forum, serikat, atau kolektif pekerja.
    • Tidak boleh diancam atau didiskriminasi karena bersuara.

    Referensi Landasan Hukum dan Kebijakan

    Hukum Nasional Indonesia

    • UUD 1945 Pasal 28E ayat (3): setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

    • UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh: menjamin hak pekerja untuk membentuk, bergabung, dan melakukan kegiatan serikat pekerja.

    Konvensi Internasional

    • ILO Convention No. 87 (Freedom of Association and Protection of the Right to Organise, 1948): menjamin hak pekerja dan pengusaha untuk membentuk dan bergabung dengan organisasi pilihan mereka.

    • ILO Convention No. 98 (Right to Organise and Collective Bargaining, 1949): melindungi pekerja dari diskriminasi karena keanggotaan serikat dan mendorong perundingan bersama.

    7. Hak Anak dan Remaja (Bagi Usia di Bawah 18 Tahun)

    Anak tidak boleh dieksploitasi dalam pekerjaan yang membahayakan keselamatan, mengganggu pendidikan, atau merampas masa kanak-kanak mereka.

    Apa saja perlindungan yang berlaku untuk anak yang bekerja?

    • Larangan Umum Mempekerjakan Anak
      • Anak di bawah usia 18 tahun dilarang untuk dipekerjakan, kecuali dalam kondisi tertentu dan dengan syarat ketat.
    • Batas Usia Minimum
      • Usia minimum untuk bekerja adalah 15 tahun. Anak usia 13–15 tahun hanya boleh melakukan pekerjaan ringan yang tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, dan sosialnya.
    • Larangan Pekerjaan Berbahaya
      • Anak tidak boleh dipekerjakan di tempat kerja yang berbahaya, termasuk pekerjaan yang mengandung risiko terhadap keselamatan dan kesehatan.
    • Larangan Jam Kerja Malam
      • Anak tidak boleh bekerja pada malam hari atau dalam jam kerja yang melebihi batas yang ditentukan oleh hukum.
    • Izin Resmi
      • Pekerjaan anak harus dilakukan dengan izin tertulis dari orang tua atau wali, dan dalam beberapa kasus juga memerlukan izin dari instansi terkait.
    • Hak atas Upah dan Jaminan Sosial
      • Anak yang bekerja berhak atas upah yang layak, jaminan sosial, dan perlakuan manusiawi sesuai dengan keterbatasan fisiknya.
    • Perlindungan Khusus
      • Negara dan perusahaan wajib memberikan perlindungan khusus kepada anak yang bekerja, termasuk dalam bentuk pengawasan, rehabilitasi, dan penegakan hukum.

    Referensi Landasan Hukum dan Kebijakan

    Hukum Nasional Indonesia

    • UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 68–75: melarang mempekerjakan anak di bawah 18 tahun, kecuali untuk pekerjaan ringan dengan syarat tertentu.

    • UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak: menegaskan hak anak atas perlindungan dari eksploitasi ekonomi dan pekerjaan berbahaya.

    Konvensi Internasional

    • ILO Convention No. 138 (Minimum Age, 1973): menetapkan usia minimum bekerja tidak boleh di bawah usia wajib sekolah.

    • ILO Convention No. 182 (Worst Forms of Child Labour, 1999): melarang bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak, termasuk kerja paksa, eksploitasi seksual, dan pekerjaan berbahaya.

    3. Kategori Pelanggaran HAM oleh Bisnis

    Banyak pelanggaran HAM terjadi bukan karena ketiadaan hukum, melainkan karena kurangnya kesadaran bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran.

    Di bawah ini adalah 5 kategori pelanggaran utama dalam dunia bisnis dan kerja yang paling sering terjadi, baik di perusahaan besar, Usaha Mikro Kecil & Menengah, organisasi, maupun usaha informal.

    1. Upah

    Contoh Pelanggaran:

    • Gaji dibayar di bawah upah minimum
    • Upah ditunda tanpa alasan yang jelas
    • Tidak ada slip gaji atau transparansi potongan

    Mengapa Ini Melanggar HAM?

    Upah layak adalah hak dasar untuk hidup bermartabat. Tanpa itu, pekerja terjebak dalam ketidakpastian ekonomi dan rentan terhadap eksploitasi.

    2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

    Contoh Pelanggaran:

    • Tidak ada APD atau pelatihan keselamatan
    • Tempat kerja panas, minim ventilasi
    • Dipotong gaji saat sakit
    • Jam kerja panjang tanpa istirahat

    Kenapa Ini Melanggar HAM?

    Setiap orang berhak bekerja di lingkungan yang aman secara fisik dan mental. Kalau kerja bikin kamu sakit atau stres berat, itu bukan profesionalisme, itu pelanggaran.

    3. Diskriminasi

    Contoh Pelanggaran:

    • Menolak pelamar kerja karena agama, jenis kelamin, disabilitas, orientasi seksual, atau asal daerah tanpa alasan profesional yang jelas.
    • Memberikan tugas yang merendahkan hanya karena seseorang adalah perempuan atau masih magang.
    • Mengabaikan pendapat anak muda di lingkungan kerja.
    • Melabeli pekerja dari kelompok minoritas sebagai "tidak cocok di sini".

    Mengapa ini Melanggar HAM?

    Setiap orang berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan setara. Diskriminasi merusak peluang hidup, harga diri, dan keadilan sosial. Perlakuan seperti ini bertentangan dengan hukum nasional dan internasional.

    4. Kerja Paksa

    Contoh Pelanggaran:

    • Status freelance tapi diwajibkan untuk selalu siap 24 jam tanpa batasan waktu kerja yang jelas.
    • Tidak diperbolehkan mengundurkan diri sebelum kontrak selesai, meskipun ada alasan pribadi atau profesional yang sah.
    • Diancam denda atau pemotongan gaji jika berhenti di tengah jalan.
    • Diberi syarat kerja yang tidak transparan, seperti "boleh kerja di sini, tapi jangan cerita ke siapa pun."
    • Diminta membayar sejumlah uang untuk bisa mulai bekerja (biaya masuk kerja), yang seharusnya ditanggung oleh pemberi kerja.
    • Dokumen penting seperti KTP, paspor, atau ijazah ditahan oleh perusahaan atau agen perekrutan.
    • Jam kerja sangat panjang tanpa istirahat atau hari libur, dan tidak ada kompensasi lembur.
    • Tempat tinggal dan lingkungan kerja tidak layak, tidak sehat, atau membahayakan keselamatan.
    • Pekerja tidak bebas bergerak, diawasi terus-menerus, atau ditempatkan di lokasi terpencil tanpa akses komunikasi.

    Mengapa Ini Melanggar HAM?

    Kerja paksa adalah bentuk eksploitasi yang melanggar hak dasar manusia. Menurut Konvensi ILO dan hukum Indonesia, pekerjaan harus dilakukan secara sukarela, dengan syarat yang adil dan transparan. Jika ada tekanan, ancaman, manipulasi, atau pelanggaran terhadap kebebasan dan martabat pekerja, maka itu bukan pekerjaan yang sah, itu adalah kerja paksa.

    5. Eksploitasi Anak

    Contoh Pelanggaran:

    • Anak yang putus sekolah dipaksa bekerja demi kebutuhan ekonomi keluarga.
    • Anak dilibatkan dalam pekerjaan berisiko tinggi di sektor pertanian, perkebunan, tambang, dan industri rumahan, misalnya bekerja di ladang tembakau, terpapar bahan kimia, atau menggunakan alat berat tanpa pelatihan dan perlindungan.
    • Anak bekerja penuh waktu atau dengan jam kerja panjang, sehingga tidak memiliki waktu untuk belajar, bermain, atau beristirahat.
    • Anak di bawah usia 18 tahun dipekerjakan tanpa izin resmi dan tanpa jaminan keselamatan, kesehatan, atau hak pendidikan.

    Kenapa Ini Melanggar HAM?

    Anak-anak memiliki hak untuk tumbuh, belajar, dan berkembang dalam lingkungan yang aman. Eksploitasi anak merampas masa kecil dan merusak masa depan mereka, membahayakan kesehatan fisik dan mental, serta menghambat akses pendidikan. Eksploitasi anak adalah pelanggaran serius terhadap hukum dan nilai-nilai kemanusiaan.

    Tanda-Tanda Produk atau Layanan yang Perlu Diwaspadai:

    • ❌ "Sangat murah" tanpa transparansi proses produksi
    • ❌ Promosi besar-besaran tapi tidak pernah menyebut siapa yang memproduksi
    • ❌ Tidak ada info keberlanjutan atau rantai pasok di situs resminya
    • ❌ Ada riwayat kasus HAM tapi tidak ada perbaikan terbuka

    Jadi, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

    Bukan berarti kamu harus berhenti konsumsi segalanya, tapi mulai:

    • Nanya: "Siapa yang bikin produk ini?"
    • Cari tahu soal praktik produksi, kalau memungkinkan
    • Dukung brand lokal/etis yang jujur soal prosesnya
    • Suarakan kalau ada berita pelanggaran dari brand tertentu

    Kita mungkin hanya satu suara, tapi jika kita bersuara bersama, kita bisa mendorong bisnis untuk lebih menghormati hak asasi manusia. Karena pada akhirnya, konsumen adalah mitra penting dalam keberlanjutan bisnis.

    4. Infografik Refleksi: "Apakah Ini Pelanggaran?"

    Banyak anak muda mengira mereka hanya "tidak beruntung" saat diperlakukan tidak adil.

    Padahal bisa jadi... itu adalah pelanggaran HAM.

    Yuk, uji pemahamanmu. Di bawah ini ada beberapa situasi nyata.

    Tugasmu: coba analisis ya, ini pelanggaran atau bukan?

    KUIS MINI – PILIH: "Wajar" atau "Pelanggaran"?

    1. Kerja tanpa kontrak dan tanpa bayaran sesuai kesepakatan.
    2. Freelance desain. Revisi sudah dikirim. Tapi klien selalu bilang "nanti ya" saat ditagih pembayaran.
    3. Jadi volunteer event. Diminta shift 12 jam, tanpa istirahat, tanpa logistik.
    4. Kurir online didenda karena tidak bisa ambil order malam hari saat sakit.
    5. Kamu dibilang "tidak cocok di sini" saat wawancara karena penampilanmu misalnya memakai jilbab atau memiliki aksen daerah.
    6. Karyawan perempuan dilarang ambil cuti haid karena dibilang "manja".
    7. Anak umur 14 bantu kerja seharian penuh buat bantu ekonomi keluarga.

    Jawaban: Semua situasi di atas adalah indikasi pelanggaran HAM dalam konteks bisnis atau kerja.

    Catatan Penting:

    Kalau kamu ragu menyebut sesuatu sebagai pelanggaran, jangan anggap itu bukan pelanggaran. Sebaliknya, jadikan keraguan itu sinyal untuk cari tahu, berdiskusi, dan bertanya.

    Karena pelanggaran HAM tidak selalu berbentuk kekerasan.

    Bisa datang dalam bentuk tekanan, diam-diam, dan sudah dianggap "lumrah."

      Business and Human Rights (B+HR) Dalam Praktik

      Prinsip, Praktik, dan Dampak

      Tujuan Pembelajaran
      Tentang B+HR
      Pentingnya B+HR
      Pihak yang Bertanggung Jawab
      Bisnis Melanggar HAM
      Refleksi & Diskusi

      Tujuan Pembelajaran

      Setelah mengikuti modul ini, kamu diharapkan:

      • Memahami Business and Human Rights (B+HR) dalam konteks kehidupan sehari-hari.
      • Menyadari mengapa B+HR penting untuk anak muda sebagai pekerja, pelaku usaha, dan konsumen.
      • Mengidentifikasi keterkaitan antara tindakan bisnis dengan pelanggaran atau penghormatan terhadap hak asasi manusia.

      1. Apa Itu B+HR?

      Apakah kamu pernah mengalami ini?

      • Magang tapi disuruh kerja seperti karyawan penuh waktu, tanpa perjanjian, dan tanpa uang saku atau kompensasi.
      • Lihat teman kerja dipanggil dengan sebutan merendahkan karena latar belakang dan keadaan fisiknya.
      • Dengar soal merek terkenal yang mempekerjakan buruh anak atau merusak lingkungan.

      Kalau iya, kamu sudah bersentuhan langsung dengan isu bisnis dan hak asasi manusia (HAM) yang selanjutnya dalam modul pembelajaran ini akan disebut dengan B+HR (business and human rights).

      Apa sih B+HR itu?

      B+HR adalah kerangka untuk melihat bagaimana aktivitas bisnis—besar atau kecil—bisa berdampak pada hak-hak dasar manusia.

      Hak asasi manusia (HAM) itu misalnya:

      • Hak untuk mendapatkan upah yang layak
      • Hak untuk bekerja di tempat yang aman
      • Hak untuk tidak didiskriminasi
      • Hak untuk didengar dan dihormati

      Jika bisnis dilakukan dengan benar, bisnis bisa:

      • Membuka lapangan kerja
      • Meningkatkan kualitas hidup
      • Mendorong inovasi teknologi sosial

      Tapi, jika dilakukan tanpa memperhatikan hak asasi manusia, bisnis juga bisa:

      • ❌ Mengeksploitasi tenaga kerja
      • ❌ Merusak lingkungan
      • ❌ Mendiskriminasi pekerja tertentu
      • ❌ Mengabaikan hak komunitas sekitar

      Latar Belakang B+HR

      Gagasan tentang keterkaitan antara bisnis dan HAM sesungguhnya telah lama muncul, terutama sejak dunia mengalami gelombang globalisasi dan ekspansi ekonomi besar-besaran.

      Selama beberapa dekade terakhir, pelanggaran HAM banyak terjadi: mulai dari penggusuran warga, perusakan lingkungan, kerja paksa, hingga pelanggaran hak komunitas lokal dan masyarakat adat. Gerakan para aktivis HAM terus berkembang, mendorong agar perusahaan dikenai sanksi apabila terbukti melakukan pelanggaran, serta menuntut agar korporasi memikul tanggung jawab moral dan hukum atas hak-hak pekerja dan masyarakat yang terdampak.

      Untuk mendorong penghormatan dan perlindungan HAM dalam operasi bisnis, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengembangkan panduan B+HR yang diformalkan dalam United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs). UNGPs disahkan oleh Dewan HAM PBB pada tahun 2011, dipimpin oleh Prof. John Ruggie. Dokumen ini menjadi acuan global bagi negara dan pelaku usaha untuk bertanggung jawab dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia.

      Three pastel panels infographic titled Protect, Respect, Remedy with people illustrating each concept.

      Pilar I – Kewajiban Negara untuk Melindungi (State Duty to Protect)

      Prinsip 1–10

      1. Negara harus melindungi HAM dari pelanggaran oleh pihak ketiga, termasuk bisnis, melalui kebijakan, regulasi, dan peradilan yang efektif.

      2. Negara harus menegakkan hukum yang mewajibkan bisnis menghormati HAM.

      3. Negara harus memberikan bimbingan yang jelas bagi bisnis tentang ekspektasi penghorptan HAM.

      4. Jika negara memiliki perusahaan atau mengontrol bisnis, negara harus memastikan penghormatan HAM.

      5. Negara tetap memiliki kewajiban HAM walau mendelegasikan layanan kepada pihak ketiga.

      6. Negara harus menjamin penghormatan HAM dalam aktivitas komersial yang menerima dukungan/insentif publik.

      7. Negara harus mencegah pelanggaran HAM oleh perusahaan di area konflik bersenjata.

      8. Negara harus menjamin kebijakan perdagangan/investasi konsisten dengan kewajiban HAM.

      9. Negara harus mempertahankan ruang kebijakan agar mampu memenuhi kewajiban HAM saat membuat perjanjian perdagangan/investasi.

      10. Negara harus memastikan koherensi kebijakan di semua lembaga yang berhubungan dengan bisnis dan HAM.

      Pilar II – Tanggung Jawab Bisnis untuk Menghormati (Corporate Responsibility to Respect)

      Prinsip 11–24

      11. Bisnis harus menghormati HAM: menghindari melanggar dan mengatasi dampak negatif HAM yang terhubung dengan operasi mereka.

      12. Standar HAM yang relevan adalah Deklarasi Universal HAM, konvensi HAM internasional utama, dan prinsip ILO.

      13. Bisnis harus:

      • Menghindari menyebabkan/berkontribusi pada dampak HAM
      • Mengatasi dampak HAM yang terkait dengan operasi, produk, atau jasa mereka

      14. Tanggung jawab menghormati HAM berlaku untuk semua perusahaan, tanpa memandang ukuran, sektor, lokasi, kepemilikan.

      15. Untuk memenuhi tanggung jawab, bisnis harus memiliki: kebijakan HAM, proses HRDD (Human Rights Due Diligence), dan mekanisme remediasi.

      16. Bisnis harus Menyatakan komitmen HAM secara publik melalui kebijakan resmi

      17. Bisnis harus Melakukan Human Rights Due Diligence (HRDD) untuk mengidentifikasi, mencegah, mengurangi, dan mempertanggungjawabkan dampak HAM

      18. Bisnis harus Berkonsultasi dengan kelompok yang berpotensi terdampak dalam proses HRDD

      19. Melakukan HRDD secara berkelanjutan, bukan sekali jalan

      20. Bisnis harus Melacak efektivitas tanggapan mereka terhadap dampak HAM

      21. Bisnis harus Mengkomunikasikan bagaimana mereka menangani dampak HAM

      22. Bisnis yang menyebabkan/berkontribusi pada pelanggaran HAM harus memperbaiki (remedy).

      23. Prinsip panduan bagi bisnis:

      • Menghormati semua HAM
      • Menghindari keterlibatan dalam pelanggaran HAM
      • Menunjukkan kepemimpinan dalam konteks sulit

      24. Bisnis harus memprioritaskan dampak HAM paling serius jika tidak bisa mengatasi semuanya sekaligus.

      Pilar III – Akses terhadap Pemulihan (Access to Remedy)

      Prinsip 25–31

      25. Negara harus menjamin korban pelanggaran HAM mendapat akses efektif ke pemulihan.

      26. Negara harus memperkuat sistem peradilan untuk mengatasi pelanggaran HAM oleh bisnis.

      27. Negara harus memberikan panduan kepada bisnis dan masyarakat tentang akses ke pemulihan.

      28. Negara harus memfasilitasi mekanisme non-yudisial berbasis negara (misalnya mediasi).

      29. Bisnis harus menyediakan mekanisme pengaduan operasional bagi individu/komunitas yang terdampak.

      30. Mekanisme non-yudisial harus melengkapi jalur hukum.

      31. Semua mekanisme pemulihan (yudisial maupun non-yudisial) harus memenuhi kriteria efektivitas: legitimasi, aksesibilitas, prediktabilitas, keadilan, transparansi, kompatibilitas dengan HAM, serta berbasis dialog dan pembelajaran berkelanjutan.

      UNGPs tidak hanya berlaku untuk perusahaan besar, tapi juga berlaku untuk:

      • Pelaku usaha kecil
      Startup
      Social enterprise
      • Komunitas kreatif
      • Bahkan organisasi yang rekrut relawan

      B+HR di Indonesia, ada apa saja?

      • Indonesia sudah punya Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM) lewat Perpres No. 60/2023.

      Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51/PJOK.03/2017 Tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.

      • Berbagai undang-undang yang mengatur operasional bisnis agar meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan.

      Aplikasi PRISMA untuk memudahkan pelaku usaha menilai risiko bisnis yang timbul dari kegiatan usaha dan melakukan aksi mitigasi.

      Kenapa anak muda harus peduli?

      Karena:

      • Kita adalah pekerja masa kini dan masa depan
      • Kita adalah konsumen yang bisa menolak produk yang tidak etis
      • Kita bisa jadi pelaku usaha yang punya nilai
      • Kita punya suara yang bisa mendorong perubahan

      "Awalnya aku kira pelanggaran HAM itu hanya soal kekerasan. Tapi setelah tahu soal B+HR, ternyata itu juga soal upah, kontrak, dan perlakuan yang adil."

      — M, pengusaha, 25 tahun.

      2. Kenapa B+HR Relevan Untuk Kita?

      Banyak yang bilang:

      "B+HR itu urusannya perusahaan besar, bukan urusan aku."

      Padahal... isu ini sangat dekat dengan kehidupan anak muda.

      Berdasarkan hasil survei & Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan oleh UNDP Indonesia bersama dengan Platform Usaha Sosial (2025), anak muda di Indonesia usia 18–32 tahun mengaku:

      • Sering mengalami ketidakadilan saat magang, kerja part-time, atau relawan
      • Tidak tahu bahwa itu termasuk pelanggaran HAM
      • Merasa topik HAM itu "berat", "terlalu hukum", atau "tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari"

      Kalau kita tahu hak kita, kita bisa mencegah pelanggaran HAM sebelum terjadi. Mulai dari kerja yang adil, privasi yang aman, sampai penggunaan teknologi yang bertanggung jawab—semua itu bukan hanya urusan perusahaan besar, tapi juga urusan kita sebagai anak muda. Kita bukan hanya penonton, kita bagian dari sistem. Kalau kita paham, kita bisa jadi pengubah sistem.

      Jadi, kenapa penting?

      Kita butuh tahu hak kita

      Supaya tidak terus-menerus "dimaklumi" saat disuruh kerja tanpa kontrak atau dibayar tidak sesuai.

      Kita bisa bersuara

      Sebagai calon pekerja, pekerja muda, konsumen dan anggota masyarakat, kita memiliki peluang untuk menyuarakan pelanggaran HAM dan mendorong bisnis yang bertanggung jawab.

      Kita pelaku perubahan

      Kamu bisa jadi founder startup, pemilik warung kopi, atau pemimpin komunitas — artinya kamu juga bisa mendorong bisnis yang bertanggung jawab.

      Kita bagian dari rantai produksi

      Setiap barang yang kita beli, konten yang kita bagikan, atau kerja yang kita ambil, semua berhubungan dengan praktik bisnis

      Kita generasi tenaga kerja masa kini

      Bukan hanya "masa depan", anak muda hari ini sudah kerja, magang, atau punya usaha sendiri.

      3. Siapa yang Bertanggung Jawab?

      Ketika terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam dunia bisnis (seperti kecelakaan kerja, eksploitasi buruh, atau diskriminasi) pertanyaannya bukan sekadar "Siapa yang salah?", melainkan "Siapa yang bertanggung jawab untuk mencegah dan memulihkan?"

      Prinsip Dasarnya:

      Tanggung jawab utama ada pada pihak yang memiliki kewenangan dan kapasitas untuk mencegah, menghormati, dan memulihkan pelanggaran HAM, terutama negara dan pelaku usaha.

      Dalam kerangka UNGPs, ada 3 pihak utama:

      Negara

      Wajib melindungi hak asasi manusia dari pelanggaran oleh pihak ketiga, termasuk bisnis. Ini artinya: negara wajib membuat dan menegakkan regulasi, mengawasi, serta menyediakan jalur pemulihan yang adil dan aman.

      Pelaku Bisnis

      Bertanggung jawab untuk menghormati HAM dalam seluruh rantai operasionalnya. Ini termasuk melakukan uji tuntas HAM, mencegah dampak negatif, dan memberikan pemulihan jika terjadi pelanggaran.

      Korban

      Korban bukanlah pihak yang bertanggung jawab. Korban adalah pihak yang berhak mendapat perlindungan, keadilan, dan pemulihan tanpa takut, tanpa beban, tanpa dibungkam.

      Korban tidak boleh diminta untuk "menanggung sendiri" proses mencari keadilan. Negara wajib membuka jalan bagi perlindungan dan pemulihan hak asasi manusia, bukan menutup mata. Negara harus memastikan regulasi, kebijakan, dan mekanisme pemulihan yang efektif tersedia dan dapat diakses oleh semua pihak, termasuk kelompok rentan.

      Landasan

      1. UN Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs), Prinsip 25–29

      Menekankan kewajiban negara dan tanggung jawab bisnis untuk memastikan korban memiliki akses yang nyata terhadap pemulihan (remedy) yang efektif.

      2. UN Treaty on Business and Human Rights (draf perjanjian internasional)

      Memuat fokus kuat pada perlindungan korban dan akses terhadap keadilan:

      • Pasal 4–5: mengatur hak-hak korban serta perlindungan bagi mereka yang membantu korban, termasuk serikat pekerja dan pembela HAM.
      • Pasal 7: menegaskan kewajiban negara memastikan korban tidak menghadapi hambatan finansial, hukum, maupun sosial dalam mengakses pemulihan.

      4. Apa yang Terjadi Kalau Bisnis Melanggar HAM?

      Bisnis dapat membawa banyak dampak positif, seperti membuka lapangan kerja, mendorong inovasi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, jika tidak dijalankan dengan menghormati HAM, bisnis juga bisa menjadi sumber pelanggaran yang merugikan individu, kelompok rentan, dan lingkungan. Berikut ini adalah contoh kasus pelanggaran HAM dalam bisnis di berbagai wilayah dan sektor di seluruh dunia.

      A. Skala Kerja Paksa & Perbudakan Modern dalam Rantai Pasok Global

      Kerja paksa bukan sekadar pelanggaran individu, melainkan fenomena sistemik dalam rantai pasok global. International Labour Organization (ILO) mencatat sedikitnya 28 juta orang di dunia terjebak dalam kondisi kerja paksa pada tahun 2021. Dari jumlah itu, 63% berada di sektor swasta, termasuk manufaktur, konstruksi, pertanian, dan perikanan. Praktik ini menghasilkan keuntungan ilegal hingga USD 236 miliar per tahun (ILO, 2022).

      Pola dan Realitas Eksploitasi

      • Manufaktur:
        • Industri garmen dan elektronik menekan pemasok untuk memenuhi tenggat waktu dengan biaya murah. Amnesty International (2016) mendokumentasikan kondisi kerja paksa di rantai pasok kobalt untuk baterai ponsel, melibatkan pekerja anak di Republik Demokratik Kongo (Amnesty Report).
      • Konstruksi:
        • Laporan Human Rights Watch (2020) menemukan ribuan pekerja migran konstruksi di Qatar menghadapi kondisi kerja berbahaya, jam kerja panjang, dan upah yang ditahan (Human Rights Watch, 2020).
      • Kerja Domestik:
        • ILO (2021) mencatat sekitar 75,6 juta pekerja rumah tangga di seluruh dunia, sebagian besar adalah perempuan dan pekerja migran. Meskipun peran mereka krusial dalam menopang keluarga, masyarakat, dan perekonomian, pekerja rumah tangga masih banyak yang kurang dihargai, kurang dilindungi, dan kurang terwakili dalam hukum maupun kebijakan ketenagakerjaan (ILO Domestic Workers).

      Mengapa Tetap Bertahan?

      Kerja paksa masih terjadi karena adanya ketimpangan kekuasaan dalam rantai pasok. Misalnya, perusahaan besar atau multinasional menekan harga dan tenggat waktu produksi. Pemasok lokal pun terpaksa mencari cara tercepat agar bisa memenuhi kontrak. Di sisi lain, kebijakan pembangunan kadang lebih fokus pada investasi, sehingga perlindungan pekerja belum jadi prioritas. Akibatnya, pekerja berada di posisi paling rentan, sering tanpa akses untuk menyampaikan keluhan atau mencari bantuan.

      Dampak Jangka Panjang

      Bagi pekerja: kehilangan hak dasar, trauma fisik dan psikologis. 👷
      Bagi komunitas: siklus kemiskinan berulang dan hilangnya sumber daya. 🏘️
      Bagi bisnis: risiko litigasi, reputasi rusak, boikot konsumen global. 🏢
      Bagi negara: kehilangan kepercayaan internasional, hambatan perdagangan, dan tekanan diplomatik. 🌍

      Pertanyaan Kritis

      • Jika produk sehari-hari—kopi, baju, ponsel—berasal dari rantai pasok yang melibatkan kerja paksa, apa artinya bagi kita sebagai konsumen dan apa yang bisa kita lakukan?
      • Apakah label "fair trade" dan "green product" benar-benar menjamin bebas pelanggaran HAM?

      Pesan Kunci:

      Kerja paksa adalah bentuk perbudakan modern yang tetap hidup dalam rantai pasok global. Ia tidak terlihat di etalase toko atau layar ponsel, tetapi sebuah realitas di balik produk yang kita konsumsi setiap hari. Menghadapinya berarti tidak hanya mengetahui hak, tetapi juga berpikir kritis, menuntut transparansi, dan mendorong praktik bisnis yang menghormati HAM di setiap mata rantai.

      B. Hak Lingkungan dan Masyarakat Adat

      Lingkungan hidup yang sehat adalah hak asasi setiap orang. Namun, dalam praktik bisnis, hak ini seringkali dikorbankan demi ekspansi ekonomi.

      Di Indonesia, kebakaran hutan dan lahan di Sumatra dan Kalimantan pada tahun 2019 menjadi bukti paling jelas: api yang disengaja untuk membuka lahan sawit dan bubur kertas menyebabkan kabut asap parah, menutup sekolah, mengganggu transportasi udara, dan menimbulkan krisis kesehatan publik. Selama 2019, sampai September, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, mencapai 857.756 hektar (Mongabay, 2019).

      Pemerintah menuntut lima perusahaan dan ratusan individu terkait kebakaran tersebut. Namun, proses hukum yang lambat dan lemahnya penegakan sanksi memperlihatkan betapa sulitnya menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan perlindungan hak warga (Human Rights Watch, 2020).

      Masyarakat Adat: Penjaga Hutan yang Tergusur

      Pelanggaran HAM yang berkaitan dengan lingkungan sering kali menimpa masyarakat adat, terutama ketika operasi bisnis berjalan tanpa mempertimbangkan hak-hak mereka. Praktik seperti perampasan tanah, deforestasi, pencemaran sungai, dan perusakan sumber daya alam telah menggerus ruang hidup masyarakat adat. Akibatnya, komunitas yang selama ini berperan penting menjaga hutan dan keanekaragaman hayati justru dipinggirkan, kehilangan mata pencaharian, dan terjerumus dalam kerentanan sosial-ekonomi.

      Selain bencana asap, masyarakat adat menghadapi perampasan tanah dan deforestasi sistemik. Investigasi Human Rights Watch tahun 2020 menunjukkan kasus perusahaan di Kalimantan Barat dan Jambi, di mana perusahaan sawit menguasai ribuan hektar hutan adat tanpa persetujuan warga. Akibatnya:

      • Hutan yang menjadi sumber pangan dan obat hilang dalam hitungan bulan.
      • Sungai tercemar, merusak sistem pertanian tradisional.
      • Komunitas yang dulunya mandiri kini jatuh dalam kemiskinan struktural.

      Fenomena ini menyingkap paradoks: masyarakat adat yang justru terbukti menjaga hutan dan keanekaragaman hayati malah dipinggirkan oleh sistem ekonomi modern berbasis ekstraksi.

      Pola yang Sistemik

      Kasus di atas bukan anomali. Pola yang sama terjadi di banyak wilayah Indonesia: hutan dibakar, lahan diambil, warga diusir, lalu tanah dijadikan perkebunan sawit atau tambang. Bagi bisnis, ini dipandang sebagai strategi ekspansi. Bagi masyarakat adat, ini adalah hilangnya rumah, identitas, dan hak hidup.

      Refleksi Dampak

      • Bagi bisnis:
        • Jangka pendek menguntungkan, tapi jangka panjang menghadapi risiko litigasi, tekanan investor global, dan boikot konsumen yang peduli pada keberlanjutan.
      • Bagi negara:
        • Kerusakan lingkungan berarti biaya kesehatan publik yang besar dan diplomasi internasional yang terganggu (karena asap lintas batas).
      • Bagi masyarakat:
        • Kehilangan tanah adat bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga hilangnya kebudayaan, spiritualitas, dan kedaulatan komunitas.

      Pesan Kunci:

      Hak atas lingkungan hidup yang sehat dan hak masyarakat adat atas tanah bukanlah isu sampingan, melainkan bagian inti dari prinsip Business and Human Rights. Setiap kebun sawit, pabrik, atau tambang yang beroperasi tanpa menghormati hak-hak ini berisiko memicu konflik, krisis sosial, dan kerugian jangka panjang—bagi masyarakat maupun bisnis itu sendiri.

      C. Bisnis Infrastruktur dan Investasi: Kemajuan yang Mengorbankan Hak

      Dorongan besar pemerintah untuk membuka investasi—dari jalan tol, pembangkit energi, tambang, hingga perkebunan sawit—sering dipromosikan sebagai simbol pembangunan nasional. Namun, laporan Human Rights Watch (HRW) (2020) menunjukkan bahwa proyek-proyek ini kerap berjalan dengan biaya sosial yang sangat tinggi: hak masyarakat diabaikan, lingkungan rusak, dan mekanisme perlindungan hukum nyaris tidak hadir.

      Pola yang Terjadi

      • Prioritas pada investor:
        • Perizinan dipermudah, insentif diberikan, sementara evaluasi dampak sosial dan lingkungan dipangkas.
      • Masyarakat tersisih:
        • Warga yang tanahnya terdampak seringkali tidak diajak musyawarah, atau dipaksa menerima kompensasi yang jauh dari layak.
      • Transparansi minim:
        • Informasi publik tentang analisis dampak lingkungan (AMDAL) atau rencana relokasi sering ditutup-tutupi, membuat masyarakat tidak punya dasar untuk menolak atau menuntut hak.

      Studi Kasus Lapangan

      Investigasi Human Rights Watch di beberapa wilayah Indonesia menunjukkan bahwa proyek infrastruktur berskala besar—seperti jalan dan energi—dapat berdampak pada hilangnya tanah masyarakat adat dan petani kecil. Seperti halnya ekspansi perkebunan sawit, tanah bisa hilang dalam waktu singkat, sementara warga kehilangan sumber penghidupan mereka. Alih-alih meningkatkan kesejahteraan, proyek yang dimaksudkan untuk membawa "kemajuan" justru berisiko menciptakan bentuk kemiskinan baru dan memicu konflik sosial jika tidak dirancang dan dijalankan dengan prinsip hak asasi manusia.

      Refleksi Dampak

      • Bagi bisnis:
        • Proyek infrastruktur tanpa penghormatan HAM bisa memicu penolakan warga, aksi protes, hingga reputasi buruk di mata investor global.
      • Bagi negara:
        • Ketidakmampuan melindungi warga melemahkan legitimasi pembangunan dan memperburuk citra diplomasi internasional, terutama di sektor energi dan iklim.
      • Bagi masyarakat:
        • Hilangnya tanah bukan sekadar kehilangan ekonomi, tetapi juga hilangnya identitas budaya dan ikatan sosial yang telah dibangun turun-temurun.

      Pertanyaan Kritis

      • Apakah pembangunan bisa disebut berhasil jika warga yang terdampak justru hidup dalam kemiskinan baru?
      • Bagaimana seharusnya mahasiswa sebagai calon profesional memandang proyek infrastruktur: sekadar indikator pertumbuhan, atau cerminan sejauh mana pembangunan menghormati hak asasi manusia?

      D. Pabrik Garmen dan Tekstil: Produksi Global, Hak Perempuan Terabaikan

      Industri garmen menjadi salah satu tulang punggung rantai pasok global, dengan jutaan pekerja perempuan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Mereka memproduksi pakaian untuk merek-merek internasional, tetapi seringkali bekerja dalam kondisi yang jauh dari standar kerja layak. Jam kerja panjang, upah rendah, serta minimnya akses terhadap cuti haid atau cuti melahirkan menunjukkan bahwa perlindungan hak dasar pekerja masih belum menjadi prioritas.

      Pola yang Terjadi

      • Jam kerja panjang:
        • Lembur dipaksakan untuk memenuhi target produksi ketat.
      • Upah rendah:
        • Gaji pekerja tidak sebanding dengan harga produk yang dijual di pasar global.
      • Minim perlindungan:
        • Akses cuti haid dan cuti melahirkan sering diabaikan, bahkan dianggap beban produksi.

      Studi Kasus Lapangan

      Investigasi Clean Clothes Campaign (2021) menemukan bahwa banyak buruh perempuan di pabrik garmen Asia, termasuk Indonesia, menerima upah jauh di bawah kebutuhan hidup layak. Selain itu, beberapa laporan ILO menunjukkan bahwa permintaan tinggi dari merek global sering memicu tekanan produksi, sehingga pekerja dipaksa lembur berjam-jam tanpa perlindungan memadai.

      Refleksi Dampak

      • Bagi pekerja:
        • Kesehatan fisik dan mental terganggu, hak reproduksi diabaikan, dan ketidakpastian ekonomi berlanjut.
      • Bagi komunitas:
        • Siklus kemiskinan perempuan sulit diputus, memengaruhi kesejahteraan keluarga dan anak-anak.
      • Bagi bisnis:
        • Risiko reputasi tinggi jika konsumen global menemukan eksploitasi di rantai pasok.
      • Bagi negara:
        • Sulit mencapai komitmen internasional tentang kerja layak dan kesetaraan gender.

      Pertanyaan Kritis

      • Apakah produksi murah sepadan jika dibayar dengan kesehatan dan hak dasar pekerja perempuan?
      • Bagaimana merek global bisa memastikan rantai pasok mereka bebas dari diskriminasi dan eksploitasi gender?
      • Apa langkah konkret negara untuk memastikan hak pekerja perempuan dihormati dalam industri garmen?

      E. Industri Perawatan dan Kebersihan: Pekerjaan Esensial, Perlindungan Masih Terbatas

      Pekerjaan di sektor perawatan dan kebersihan menopang aktivitas sehari-hari di kantor, hotel, fasilitas publik, hingga rumah tangga. Sebagian besar pekerja adalah perempuan yang berkontribusi besar pada keberlangsungan layanan dasar. Namun, pekerjaan ini masih sering dipandang sebelah mata. Status kerja yang tidak tetap, keterbatasan akses terhadap jaminan sosial, serta tingginya kerentanan terhadap pelecehan menunjukkan adanya kesenjangan serius dalam pemenuhan hak atas kerja layak. Kondisi ini menegaskan pentingnya upaya bersama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat internasional untuk memperkuat perlindungan pekerja di sektor ini.

      Pola yang Terjadi

      • Status kerja tidak tetap:
        • Banyak pekerja direkrut melalui kontrak jangka pendek atau mekanisme informal.
      • Minim jaminan sosial:
        • Akses terhadap asuransi, cuti sakit, dan perlindungan kerja masih sangat terbatas.
      • Kerentanan terhadap pelecehan:
        • Pekerja, khususnya perempuan, kerap menghadapi pelecehan tanpa mekanisme pengaduan yang efektif dan aman.

      Studi Kasus Lapangan

      Laporan ILO Care Work and Care Jobs for the Future of Decent Work (2018) menunjukkan bahwa mayoritas pekerja perawatan di Asia bekerja tanpa kontrak formal dan tidak tercakup dalam perlindungan sosial. Di Indonesia, pekerja kebersihan di sektor perhotelan dan perkantoran sering dipekerjakan melalui skema outsourcing, yang membuat mereka sulit mengakses hak dasar, termasuk perlindungan dari kekerasan dan pelecehan di tempat kerja.

      Refleksi Dampak

      • Bagi pekerja:
        • Ketidakpastian penghasilan dan kurangnya perlindungan membuat mereka lebih rentan terhadap eksploitasi dan pelecehan.
      • Bagi komunitas:
        • Instabilitas kerja mengurangi kualitas hidup keluarga pekerja dan memperkuat siklus kerentanan ekonomi.
      • Bagi bisnis:
        • Praktik kerja tidak layak meningkatkan risiko reputasi, terutama ketika konsumen dan investor menuntut standar yang lebih tinggi.
      • Bagi negara:
        • Lemahnya perlindungan di sektor ini menjadi tantangan dalam mewujudkan komitmen terhadap SDGs, khususnya terkait kerja layak dan kesetaraan gender.

      Pertanyaan Kritis

      • Bagaimana memastikan pekerja kebersihan memperoleh kontrak kerja yang adil dan perlindungan sosial yang memadai?
      • Apa langkah konkret yang dapat dilakukan bisnis untuk mencegah pelecehan dan melindungi pekerja di sektor ini?
      • Bagaimana pemerintah dapat memperkuat regulasi dan mekanisme pengawasan agar pekerjaan perawatan dan kebersihan benar-benar memenuhi standar kerja layak?

      5. Kelompok Rentan dalam Bisnis

      Dalam penjelasan di atas, kita sudah melihat contoh praktik bisnis yang bersinggungan langsung dengan pekerja perempuan hingga masyarakat adat. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa ada kelompok tertentu yang lebih mudah terdampak oleh praktik-praktik bisnis atau dalam hal ini disebut sebagai kelompok rentan.

      Mengapa kelompok ini perlu diperhatikan khusus?

      Karena posisi mereka dalam struktur sosial dan ekonomi sering membuat mereka lebih rentan terhadap diskriminasi, eksploitasi, dan kehilangan akses terhadap hak-haknya. Bisnis perlu mengambil peran aktif untuk melindungi dan memberdayakan kelompok rentan, agar semua orang bisa ikut merasakan manfaat dari pembangunan—tanpa ada yang tertinggal.

      Infographic with colored rounded panels (blue, purple, green, yellow) and decorative left ribbons.

      5. Lembar Aktivitas: Refleksi & Diskusi

      Halo!

      Kamu baru saja mempelajari dasar-dasar penting tentang Business and Human Rights (B+HR) bagaimana sebuah bisnis bisa berdampak ke lingkungan, masyarakat, dan kehidupan kita secara langsung.

      Nah, sekarang waktunya berhenti sejenak dan bertanya ke diri sendiri:

      "Di mana posisiku dalam semua ini?"

      Bagian 1: Refleksi Diri

      Ambillah buku catatan kamu dan jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jujur. Kamu tidak harus membagikannya ke siapa pun, tapi tulisanmu bisa menjadi awal untuk memahami peranmu sebagai sebagai pekerja, calon pekerja, relawan, konsumen, atau anggota masyarakat.

      1. Pernahkah kamu mengalami atau melihat perlakuan tidak adil di tempat kerja, magang, atau komunitas?

      2. Apa dampaknya bagi orang-orang di sekitar kamu (termasuk kamu sendiri)?

      ✏️ Contoh: stres, tidak bisa bersuara, kehilangan penghasilan, atau kehilangan semangat.

      3. Sebagai konsumen, apakah kamu pernah mempertanyakan dari mana asal barang atau jasa yang kamu gunakan?

      ✏️ Misalnya: Apakah bajuku dibuat dengan upah layak? Apakah platform digital ini menghormati privasiku?

      4. Langkah kecil apa yang bisa kamu lakukan mulai hari ini agar lebih peduli dan adil terhadap orang lain?

      Bagian 2: Diskusi Kelompok

      Diskusikan pertanyaan berikut ini bersama kelompok kecil (3–5 orang). Kalian boleh menjawab secara lisan, membuat catatan bersama, atau bahkan membuat kampanye mini dari hasil diskusi ini!

      • Kenapa pelanggaran HAM sering terjadi di dunia kerja dan bisnis?
      • Apa yang membuat orang tidak bersuara saat pelanggaran HAM terjadi?
      • Menurutmu, apa peran anak muda untuk mengubah budaya kerja yang tidak adil atau eksploitatif?
      • Pernahkah kalian membeli atau menggunakan sesuatu tanpa sadar bahwa itu mungkin melibatkan pelanggaran HAM? Bagaimana perasaanmu sekarang setelah tahu?
      • Kalau kamu melihat teman, anggota keluarga atau masyarakat mengalami ketidakadilan akibat dari dampak buruk kegiatan usaha, apa yang bisa kamu lakukan secara nyata?

        Dari Kesadaran Jadi Tindakan

        Langkah Aman Menghadapi Pelanggaran

        Tujuan Pembelajaran
        Menghadapi Pelanggaran HAM
        Alternatif Cara Bertindak
        Proses Pemulihan
        Checklist Siap Bertindak

        Tujuan Pembelajaran

        Setelah mengikuti modul ini, peserta diharapkan mampu:

        • Mengenali langkah awal yang aman saat menghadapi pelanggaran HAM
        • Mengetahui saluran pelaporan dan dukungan yang tersedia
        • Menyuarakan isu dengan cara yang aman dan bertanggung jawab
        • Memahami pentingnya pemulihan bagi korban pelanggaran
        • Menumbuhkan keberanian untuk bertindak dan mendampingi sesama

        1. Langkah Awal Saat Mengalami atau Menyaksikan Pelanggaran

        Pelanggaran HAM dalam dunia kerja dan bisnis bisa menimpa:

        • Pekerja/individu:
          • Diskriminasi, pelecehan, perundungan, upah tak layak, kerja paksa.
        • Komunitas/lingkungan:
          • Pencemaran, penggusuran, pelanggaran tanah adat, gangguan kesehatan.
        • Konsumen:
          • Penipuan produk/jasa, keamanan produk, penyalahgunaan data pribadi.

        Prinsip kunci: keselamatanmu nomor satu, dokumentasi sejak awal, gunakan kanal pengaduan yang tepat.

        Kerangka rujukan: UNGPs, UUD 1945 Pasal 27 ayat (2), UU Ketenagakerjaan beserta pembaruannya melalui kebijakan ketenagakerjaan terkini, UU Perlindungan Konsumen, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU TPKS untuk kekerasan seksual, dan UU Pelindungan Data Pribadi untuk isu data.

        Six colorful rounded language cards arranged in two columns with icons and progress indicators.

        A. Jika Terjadi di Tempat Kerja

        Pelanggaran HAM di tempat kerja bisa berupa diskriminasi, pelecehan, pemotongan upah sepihak, jam kerja berlebihan, PHK tidak adil, hingga kerja paksa. Jika kamu mengalaminya, ada dua jalur pengaduan yang bisa ditempuh: internal perusahaan dan eksternal lembaga resmi.

        Kanal Internal

        • 1. Atasan langsung yang dipercaya
          • Laporkan masalah terlebih dahulu ke supervisor atau manajer yang memiliki otoritas.
          • Sesuai untuk sesuatu yang memerlukan penanganan awal secara langsung, atau ketika kamu merasa nyaman menyampaikan keluhan di lingkungan kerja terdekat.
        • 2. HRD (Human Resources Division) atau unit kepatuhan
          • HRD bisa menindaklanjuti laporan pelanggaran ketenagakerjaan.
          • Beberapa perusahaan besar punya Compliance Office atau Unit Etik.
        • 3. Whistleblowing System (WBS) perusahaan
          • Sistem anonim untuk melaporkan pelanggaran, biasanya dikelola internal atau pihak ketiga.
          • Cek website/intranet perusahaan, karena WBS sering dilengkapi email khusus, hotline, atau platform digital.
        • 4. Serikat pekerja atau perwakilan karyawan
          • Jika ada serikat, gunakan mekanisme advokasi kolektif.
          • Serikat bisa membantu mediasi, negosiasi, hingga advokasi ke pihak berwenang.

        Kanal Eksternal

        • 1. Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) setempat
          • Menangani pengawasan norma kerja (upah, jam kerja, K3) dan mediasi perselisihan.
          • Biasanya ada Pos Pengaduan Tenaga Kerja di kabupaten/kota.
          • Hubungi kantor Disnaker kabupaten/kota/provinsi sesuai domisilimu.
        • 2. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
          • Jalur hukum untuk perselisihan hubungan kerja (PHK sepihak, perselisihan upah, dll.).
          • Proses diawali dengan mediasi Disnaker; jika gagal, bisa diteruskan ke PHI.
        • 3. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
        • 4. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
        • 5. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
          • Memberikan perlindungan hukum, fisik, dan psikologis bagi pelapor/korban jika ada ancaman atau intimidasi.
          • Hotline: 148
          • Website: www.lpsk.go.id
          • WhatsApp: 0857-700-10048
        • 6. Lembaga Bantuan Hukum (LBH)/organisasi bantuan hukum
          • Memberikan pendampingan hukum gratis untuk buruh/pekerja.
          • Misalnya: LBH Jakarta, YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia).
          • LBH Jakarta: (021) 314 5518
          • Website: www.ylbhi.or.id
        • 7. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) – SAPA 129
          • Fungsi utama: Layanan SAPA 129 untuk pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak; termasuk di tempat kerja dan/atau komunitas, mengoordinasikan rujukan ke UPTD PPA daerah, rumah aman, layanan kesehatan, kepolisian, dan bantuan hukum.
          • Cara melapor:
            • SAPA 129 (telepon)
            • WhatsApp layanan: 08111-129-129
            • Untuk penanganan cepat di daerah, hubungi UPTD PPA di kab/kota.
        • 8. Kementerian HAM (Kemenham) – Direktorat Jenderal HAM
          • Fungsi utama: Menerima pengaduan pelanggaran HAM umum melalui sistem layanan Ditjen HAM, menelaah, dan mengoordinasikan tindak lanjut ke instansi terkait. Memfasilitasi klarifikasi, rekomendasi perbaikan layanan/kebijakan, serta rujukan ke lembaga yang berwenang (misalnya Komnas HAM, kepolisian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Disnaker).
          • Cara melapor:

        B. Jika Menimpa Komunitas atau Lingkungan Sekitar Perusahaan

        Pelanggaran HAM juga bisa menimpa komunitas atau masyarakat yang tinggal di sekitar operasi perusahaan, misalnya:

        • Pencemaran air, udara, atau tanah akibat limbah industri.
        • Penggusuran atau perampasan tanah tanpa persetujuan masyarakat.
        • Kerusakan ekosistem yang mengganggu kesehatan dan mata pencaharian warga.

        Jika kamu menyaksikan atau mengalaminya, berikut beberapa kanal pengaduan yang dapat digunakan:

        • 1. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten/Kota/Provinsi
          • Menerima laporan pencemaran, kerusakan lingkungan, dan pelanggaran izin lingkungan.
          • DLH memiliki kewenangan investigasi awal dan dapat menjatuhkan sanksi administratif.
          • Hubungi kantor DLH setempat (tersedia di tiap pemda).
        • 2. Kementerian Lingkungan Hidup
          • Menangani permasalahan lingkungan hidup seperti pencemaran, limbah, atau pelanggaran izin lingkungan
          • Website: https://kemenlh.lapor.go.id/
        • 3. Ombudsman Republik Indonesia
          • Menangani dugaan maladministrasi terkait layanan publik oleh pemerintah dan badan usaha milik negara, termasuk masalah perizinan lingkungan dan pembiaran atau pelayahgunaan wewenang oleh pejabat publik.
          • Call Center: 137
          • Website: www.ombudsman.go.id
        • 4. Mekanisme Pengaduan Pemerintah Terpadu (SP4N-LAPOR!)
          • Platform nasional untuk menyampaikan aduan masyarakat secara daring.
          • Aduan otomatis diteruskan ke instansi terkait untuk tindak lanjut.
          • Aplikasi: LAPOR! (Android/iOS)
          • Website: www.lapor.go.id
          • Email: lapor@ombudsman.go.id
        • 5. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan/Pendamping Masyarakat
          • Memberikan advokasi, kajian dampak, serta bantuan teknis untuk memperkuat suara komunitas.
          • Contoh: WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), HuMa (Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis).
          • WALHI: www.walhi.or.id

        C. Jika Merugikan Konsumen

        • Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)

          Fasilitasi penyelesaian sengketa konsumen dan rekomendasi kebijakan perlindungan konsumen.

        • Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) (atau organisasi konsumen lainnya)

          Konsultasi dan advokasi untuk konsumen yang dirugikan

        • Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

          Pengawasan keamanan pangan, obat, kosmetik, dan produk kesehatan.

        • Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

          Penanganan sengketa sektor keuangan: mis-selling, penagihan tidak patut, perlindungan nasabah.

        • Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)

          Pelanggaran data pribadi, hoaks, atau penyalahgunaan informasi elektronik.

        Langkah 4 — Susun Laporan yang Jelas

        Gunakan bahasa faktual, ringkas, dan sopan. Sertakan:

        1. Ringkasan masalah dan dampak,
        2. Kronologi (tanggal, lokasi, pelaku/saksi),
        3. Bukti yang tersedia,
        4. Tindakan yang sudah dilakukan,
        5. Harapan atau pemulihan yang diminta.

        Langkah 5 — Tindak Lanjut dan Eskalasi

        • Minta tanda terima/nomor tiket laporan. Simpan semua balasan.
        • Jika tidak ada respons dalam waktu wajar, eskalasi ke kanal yang lebih tinggi atau paralel.
        • Pertimbangkan pendekatan kolektif: bersama rekan, warga, atau organisasi masyarakat sipil.

        Menjaga keselamatan digital sangatlah penting. Pastikan kata sandi kuat, verifikasi dua langkah, dan batasi penyebaran data sensitif.

        2. Kalau Takut Bicara, Apa Alternatifnya?

        Tidak semua orang bisa langsung bersuara. Dan kamu tidak harus merasa bersalah karena itu.

        Rasa takut bukan berarti kamu lemah.

        Kadang, kamu belum punya cukup dukungan. Kadang kamu masih bergantung pada lingkungan itu. Kadang kamu hanya... belum siap.

        Tapi tetap ada cara untuk mulai bergerak perlahan. Kamu tidak harus berdiri di podium atau posting di media sosial untuk menunjukkan keberanianmu.

        1. Bersuara Lewat Orang Lain

        Kamu boleh menitipkan ceritamu.

        Kalau kamu belum siap bicara sendiri, kamu bisa melakukan:

        • Cerita ke teman kerja, senior, atau orang yang dipercaya
        • Minta mereka bantu menyampaikan ke HR, dosen, panitia, atau pihak terkait

        Tips:

        • Pastikan orang yang kamu percaya tidak terikat langsung dengan pelaku
        • Jelaskan batasan: apa yang boleh disampaikan, apa yang harus tetap rahasia

        2. Gabung Komunitas atau Support Group

        Rasa "sendiri" adalah alasan paling umum kenapa korban diam.

        Coba cari:

        • Komunitas advokasi anak muda
        • Forum diskusi kampus
        • Grup berbagi pengalaman (online/offline)
        • Komunitas penyintas atau volunteer yang aman dan suportif

        Kamu tidak harus cerita langsung. Bisa mulai dengan ikut dengar. Lama-lama, kamu akan tahu: kamu tidak sendiri.

        3. Gunakan Platform Digital Secara Aman

        Menulis dapat menjadi sarana aman untuk menyuarakan pengalaman dan perspektif. Kalau kamu ingin menyuarakan pengalaman lewat tulisan, kamu bisa mulai dengan cara-cara berikut:

        • Menulis di blog atau jurnal pribadi
        • Mengirim testimoni ke platform yang menerima cerita anonim
        • Membuat konten edukatif tanpa menyebut nama, tempat, atau pihak tertentu
        • Mengirim pesan langsung (Direct Message/DM) ke akun advokasi atau kolektif yang bisa membantu menyampaikan pesanmu

        Ingat:

        • Hindari mengunggah data pribadi atau informasi sensitif
        • Gunakan bahasa naratif, bukan tuduhan langsung, dan berikan juga opsi solusi

        4. Edukasi Pasif: Bantu Teman Lain Peka

        Kalau kamu belum ingin cerita, kamu bisa:

        • Beri tahu mereka: "Kalau kamu merasa tidak nyaman, itu valid."
        • Share konten edukatif soal HAM di tempat kerja
        • Forward artikel atau modul ini ke teman, adik kelas, atau rekan kerja

        Ruang Aman: Penting untuk Semua Pekerja

        • Pekerja Formal
          • Perusahaan perlu menyediakan ruang aman di lingkungan kerja: mekanisme pengaduan rahasia, ruang konsultasi di HR, dan beberapa kanal pengaduan.
          • Negara memastikan perlindungan dengan regulasi, standar ketenagakerjaan, dan pengawasan.
          • Serikat pekerja memberi dukungan tambahan dan menjadi mitra pekerja untuk menyalurkan aspirasi.
        • Pekerja Informal
          • Asosiasi/Komunitas: Pusat komunitas, serikat pekerja informal, atau koperasi menjadi ruang aman untuk berbagi pengalaman, advokasi, dan edukasi.
          • LSM & Layanan Publik: Kanal pengaduan independen, bantuan hukum gratis, tempat singgah, atau posko darurat memberi alternatif jalur pelaporan.
          • Platform Digital: Untuk pekerja gig, ruang aman dapat berupa kanal pengaduan di aplikasi mitra penyedia pekerjaan.
          • Negara tetap punya kewajiban melindungi dengan kebijakan inklusif yang menjangkau sektor informal.

        3. Apa Itu Pemulihan?

        Banyak orang mengira pemulihan hanya soal "dapat kompensasi, lalu selesai."

        Padahal, pemulihan bukan sekadar soal uang, tetapi juga soal diperlakukan dengan hormat sebagai manusia. Aspek material dan non-material sama pentingnya: setelah mengalami pelanggaran HAM, seseorang bisa kehilangan bukan hanya hak atau penghasilan, tapi juga rasa aman, kepercayaan diri, bahkan harga diri.

        Sayangnya, proses pemulihan sering kali tidak tersedia, tidak dihargai, atau bahkan tidak dibicarakan.

        Pemulihan Itu Hak, Bukan Bonus

        Menurut prinsip United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs) dan hukum nasional:

        Setiap korban pelanggaran HAM berhak atas remedy (pemulihan), yang bisa berupa:

        • Kompensasi
        • Rehabilitasi
        • Permintaan maaf
        • Jaminan bahwa pelanggaran tersebut tidak berulang
        • Dukungan psikososial

        Tapi pemulihan bukan hanya soal sistem.

        Kadang, yang paling dibutuhkan justru adalah pemulihan untuk dirimu sendiri—dari dalam, dengan dukungan yang aman dan penuh empati.

        Six color bars with icons, a legend for emotional, psychological, physical, financial categories.

        Tips Pemulihan Personal:

        • Jangan memaksakan dirimu "merasa lebih baik" dalam waktu singkat
        • Cerita dengan orang yang bisa mendengar tanpa menghakimi
        • Terima bahwa kamu berhak merasa marah, bingung, sedih dan tetap punya harapan untuk pulih
        • Rayakan setiap langkah kecil: cerita ke teman, buka buku, ikut modul ini

        Untuk Teman yang Mendampingi Korban:

        Kalau temanmu mengalami pelanggaran, jangan langsung buru-buru memberi saran.

        Beri ruang dulu. Dengarkan. Tawarkan pilihan, bukan tekanan.

        Kamu Tidak Sendiri

        Ada banyak orang di luar sana yang sedang berada di fase yang sama. Sedang belajar memaafkan, memperbaiki, atau sekadar bernapas lega.

        "Aku berhak pulih. Dan aku boleh melangkah pelan-pelan."

        4. Checklist: Siap Bertindak atau Masih Butuh Waktu?

        Refleksikan dan catat pertanyaan berikut, lalu jawab jujur: “Ya” atau “Tidak”. Tidak ada jawaban benar atau salah.

        Pertanyaan Ya Tidak
        Aku tahu dengan jelas apa yang terjadi padaku atau orang lain
        Aku sudah mencatat atau menyimpan bukti kejadian
        Aku pernah menceritakan ini ke seseorang yang aku percaya
        Aku tahu ke mana bisa melapor atau cari bantuan
        Aku merasa cukup aman untuk bicara atau bertindak
        Aku siap menghadapi kemungkinan reaksi setelah bersuara
        Aku ingin bantu teman lain agar mereka tidak mengalami hal yang sama
        Aku tahu bahwa aku berhak pulih, dengan caraku sendiri

        Kalau Kamu Banyak Menjawab "Tidak"...

        Tidak apa-apa Artinya kamu sedang dalam proses menyadari, memetakan, dan menguatkan diri. Kamu bisa mulai dari langkah kecil:

        • Cerita ke teman
        • Simpan bukti
        • Ikuti komunitas yang aman
        • Pelajari hak-hakmu lebih dalam

        Kalau Jawabanmu Banyak "Ya"...

        Artinya kamu sudah siap melangkah lebih jauh. Kamu bisa:

        • Menyuarakan isu ini ke komunitas atau platform
        • Mendampingi teman yang mengalami hal serupa
        • Mendorong perbaikan sistem di tempat kamu kerja, belajar, atau berkegiatan

          Bisnis yang Bertanggung Jawab

          Membangun Harapan, Mendorong Praktik Baik, dan Mengenali Masa Depan yang Kita Perjuangkan

          Tujuan Pembelajaran
          Bisnis yang Bertanggung Jawab
          Uji Tuntas HAM
          ESG dan B+HR
          Contoh Bisnis Bertanggung Jawab
          Peran Anak Muda
          Refleksi & Diskusi

          Tujuan Pembelajaran

          Setelah mengikuti modul ini, peserta diharapkan mampu:

          • Memahami prinsip dasar bisnis yang bertanggung jawab secara sosial dan hak asasi
          • Mengenali ciri-ciri perusahaan yang menghormati hak pekerja, komunitas, dan lingkungan
          • Menyadari peran anak muda sebagai pekerja, konsumen, dan pembentuk budaya bisnis
          • Mengidentifikasi praktik bisnis baik (best practices) dari berbagai sektor
          • Termotivasi untuk mendukung atau menciptakan bisnis yang lebih adil dan berkelanjutan

          1. Apa Itu Bisnis yang Bertanggung Jawab?

          "Bisnis yang bertanggung jawab bukan bisnis yang sempurna. Tapi bisnis yang sadar akan dampaknya dan terus berusaha memperbaikinya."

          Di era sekarang, bisnis tidak cukup hanya sekadar "tidak melanggar hukum". Kita perlu bisnis yang aktif menghormati hak asasi manusia, peduli terhadap lingkungan, dan jujur terhadap konsumen serta pekerjanya.

          Definisi Singkat:

          Bisnis yang bertanggung jawab adalah bisnis yang:

          • Menghormati hak semua orang yang terlibat dalam dan terdampak oleh aktivitasnya
          • Menghindari dan menangani dampak negatif dari operasionalnya
          • Menjalankan usaha secara etis, transparan, dan berkelanjutan
          Infographic with four green rounded callouts linked by orange arrows and a bottom color swatch legend.

          2. Uji Tuntas HAM (Human Rights Due Diligence/HRDD)

          Taat hukum itu penting, tapi belum cukup. Dalam praktiknya, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) bisa tetap terjadi meskipun perusahaan tidak secara langsung melanggar aturan nasional. Masalahnya sering muncul dari rantai pasok, mitra bisnis, atau kebijakan internal yang tidak sensitif terhadap HAM.

          Untuk menjawab tantangan ini, PBB melalui Prinsip-Prinsip Panduan tentang Bisnis dan HAM (UN Guiding Principles on Business and Human Rights/UNGPs) memperkenalkan konsep Uji Tuntas HAM (human rights due diligence/HRDD).

          Dengan HRDD, perusahaan dapat menunjukkan komitmennya untuk mencegah, mengurangi, dan menangani risiko pelanggaran HAM — baik di kantor pusat, cabang, maupun seluruh rantai pasoknya.

          Mengapa HRDD Penting?

          • ● Mencegah Pelanggaran Sejak Awal
            • HRDD membantu bisnis bersikap proaktif, bukan hanya bereaksi setelah masalah muncul. Ini berarti risiko HAM bisa dikenali dan dicegah sebelum terjadi.
          • ● Melindungi Kelompok Rentan
            • HRDD memastikan suara mereka tidak diabaikan. Tanpa HRDD, kelompok seperti pekerja migran, perempuan, anak, dan masyarakat adat sering jadi pihak pertama yang terdampak.
          • ● Meningkatkan Kepercayaan Publik
            • Konsumen dan investor kini semakin menuntut bukti nyata bahwa bisnis menghormati HAM — bukan sekadar klaim di atas kertas.
          • ● Mengurangi Risiko Bisnis
            • Perusahaan yang mengabaikan HAM bisa menghadapi kerugian serius: kehilangan izin, boikot pasar, reputasi buruk, bahkan ditinggalkan oleh investor.
          Infographic with four colorful panels labeled Proaktif, Partisipatif, Berbasis dampak, Transparan.

          Langkah-Langkah Uji Tuntas HAM (Human Rights Due Diligence/HRDD)

          (Berdasarkan Prinsip 17–21 UN Guiding Principles on Business and Human Rights)

          • 1. Identifikasi & Penilaian Risiko HAM
            • Memetakan potensi dampak terhadap HAM di seluruh operasi dan rantai pasok.
            • Contoh: pekerja anak di perkebunan, diskriminasi gender dalam perekrutan, pencemaran lingkungan yang merugikan masyarakat lokal.
          • 2. Integrasi ke Kebijakan & Operasi
            • Menjadikan hasil penilaian sebagai dasar kebijakan resmi dan prosedur kerja perusahaan.
            • Contoh: standar pemasok yang melarang pekerja anak, kebijakan anti-pelecehan di tempat kerja.
          • 3. Pencegahan & Mitigasi
            • Melakukan tindakan nyata untuk mengurangi dan mencegah risiko HAM.
            • Contoh: audit pemasok, penyediaan alat pelindung diri (APD), pelatihan HAM untuk manajer dan staf.
          • 4. Monitoring & Evaluasi
            • Menilai apakah langkah-langkah yang diambil benar-benar efektif.
            • Contoh: survei pekerja, sistem pengaduan online, inspeksi mendadak.
          • 5. Komunikasi & Pelaporan
            • Menyampaikan hasil HRDD secara terbuka agar publik bisa menilai komitmen perusahaan.
            • Contoh: publikasi daftar pemasok, laporan keberlanjutan tahunan.
          • 6. Pemulihan (Remedy)
            • Jika pelanggaran terjadi, perusahaan wajib memfasilitasi pemulihan yang adil dan bermakna.
            • Contoh: kompensasi bagi pekerja terdampak, mediasi dengan masyarakat adat, perbaikan lingkungan yang rusak.

          3. ESG dan Kaitannya dengan Bisnis & HAM

          a. Apa Itu ESG?

          ESG adalah singkatan dari Environmental, Social, and Governance tiga dimensi utama yang dipakai investor, regulator, dan masyarakat untuk menilai apakah sebuah perusahaan dijalankan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.

          Infographic: three pastel blocks for Environmental, Social, Governance (E, S, G).

          Awalnya ESG berkembang dari dunia keuangan sebagai parameter investasi berkelanjutan. Kini, ESG menjadi standar global: perusahaan yang tidak memenuhi ekspektasi ESG berisiko kehilangan akses pasar, investasi, dan kepercayaan publik.

          b. ESG dan B+HR: Apa Bedanya, Apa Kaitannya?

          • B+HR (Business and Human Rights):
            • Berfokus pada prinsip dan nilai bagaimana bisnis menghormati HAM sesuai dengan kerangka UNGPs (Protect, Respect, Remedy).
          • ESG:
            • Berfokus pada pengukuran dan pelaporan bagaimana kinerja perusahaan dinilai oleh pasar, investor dan pemangku kepentingan berdasarkan data dan indikator.

          Dengan kata lain:

          • B+HR = fondasi nilai → prinsip-prinsip HAM sebagai arah moral dan komitmen etis.
          • ESG = alat ukur → indikator kinerja yang digunakan untuk menilai dan membandingkan perusahaan.

          Poin Penting:

          Aspek S (Social) dalam ESG mencakup inti dari B+HR:

          • Upah layak
          • Hak pekerja
          • Perlindungan komunitas
          • Nondiskriminasi
          • Konsultasi dengan masyarakat adat

          Jadi, B+HR memberi arah moral, sementara ESG memberi insentif pasar. Keduanya saling melengkapi: prinsip B+HR membantu memastikan bahwa praktik ESG tidak hanya memenuhi angka, tapi juga menghormati martabat manusia.

          C. Hal-Hal Penting untuk Memperkuat ESG

          • 1. Investor Global Semakin Kritis
            • Investor kini memperhatikan kinerja ESG sebagai bagian dari keputusan investasi. Ini adalah peluang besar bagi perusahaan di Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinan di pasar global dengan memperkuat transparansi, akuntabilitas dan komitmen terhadap HAM.
          • 2. Aspek Sosial Perlu Diperluas
            • Banyak perusahaan sudah aktif melaporkan aspek lingkungan (E) dan tata kelola (G). Langkah selanjutnya adalah memperkuat dimensi sosial (S)—dari kondisi pekerja, perlindungan kelompok rentan, hingga keterlibatan komunitas—agar ESG benar-benar mencerminkan tanggung jawab yang menyeluruh.
          • 3. Mengelola Risiko Menjadi Keunggulan
            • Isu seperti pekerja anak, diskriminasi gender, atau konflik tanah adat bisa menjadi risiko besar bagi bisnis. Namun, jika ditangani secara serius melalui uji tuntas HAM dan dialog dengan komunitas, hal ini justru bisa meningkatkan kepercayaan konsumen, memperkuat reputasi, dan membuka peluang investasi baru.
          • 4. Indonesia Sudah Masuk Radar Global
            • Dengan adanya regulasi nasional seperti POJK No. 51/2017 tentang keuangan berkelanjutan dan Perpres No. 60/2023 tentang Strategi Nasional B+HR, perusahaan Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi pionir regional dalam mengintegrasikan ESG dan HAM. Kepatuhan tidak lagi sekadar tuntutan hukum, melainkan strategi daya saing global.

          4. Contoh Bisnis yang Bertanggung Jawab dari Berbagai Sektor

          Kadang kita berpikir:

          "Semua perusahaan itu sama aja."

          "Bisnis pasti utamakan untung, bukan manusia."

          Tapi di berbagai tempat, ada perusahaan yang membuktikan bahwa menghormati HAM dan mencari keuntungan bisa berjalan beriringan. Mereka menunjukkan bahwa bisnis bisa tetap kompetitif tanpa mengorbankan martabat manusia atau lingkungan.

          Berikut adalah beberapa contoh praktik baik dari berbagai sektor—tanpa menyebut nama, tapi cukup untuk jadi inspirasi.

          1. Sektor Tekstil & Fashion: Transparansi Rantai Pasok

          Apakah kamu pernah mendengar tentang brand fashion yang mempublikasikan daftar pabrik tempat bajunya dibuat?

          Langkah ini mulai dilakukan beberapa perusahaan besar sebagai bentuk tanggung jawab atas hak asasi manusia di sepanjang rantai pasok mereka.

          Contoh Praktis Transparansi dalam Bisnis yang Bertanggung Jawab

          Setiap tahun, sebuah perusahaan tekstil di Asia Tenggara menerbitkan laporan publik yang mencakup:

          • Daftar pabrik dan vendor yang mereka gunakan,
          • Hasil audit independen tentang kondisi kerja di tiap fasilitas,
          • Langkah-langkah perbaikan yang sedang dijalankan—baik di pabrik utama maupun di vendor mereka.

          Transparansi ini memungkinkan publik, termasuk konsumen dan investor, untuk menilai apakah hak-hak pekerja dihormati di seluruh rantai produksi—bukan hanya di kantor pusat atau pabrik utama, tapi juga di titik-titik yang sering luput dari perhatian, seperti vendor kecil di berbagai daerah.

          2. Sektor Pertanian: Kontrak Adil untuk Petani

          Kamu mungkin pernah dengar cerita tentang petani kecil yang harus jual hasil panen ke tengkulak dengan harga sangat rendah.

          Masalah seperti ini sering terjadi karena petani tidak punya posisi tawar yang kuat dan tidak terlindungi secara kontraktual.

          Tapi kini, beberapa perusahaan pangan mulai mengubah pendekatan mereka. Bukan hanya membeli hasil panen, tapi juga membangun hubungan jangka panjang dan setara dengan petani.

          Beberapa usaha sosial (social enterprise) di Asia Tenggara menyusun skema kemitraan yang mencakup:

          • Kontrak jangka panjang dengan harga minimum yang adil, agar petani punya kepastian pendapatan,
          • Pelatihan pertanian regeneratif agar produksi berkelanjutan dan ramah lingkungan,
          • Akses ke pembiayaan mikro dan asuransi cuaca untuk menghadapi risiko gagal panen.

          Praktik baik ini memberikan dampak nyata, seperti:

          • Petani tidak hanya menjual hasil, tapi juga meningkatkan kapasitas dan keahlian mereka
          • Ekonomi lokal menjadi lebih kuat karena ada kepastian pendapatan dan nilai tambah di desa
          • Posisi tawar petani meningkat saat bernegosiasi di pasar, karena mereka tidak lagi tergantung pada tengkulak

          Inilah contoh bagaimana bisnis bisa ikut memperkuat hak atas penghidupan layak—tanpa harus mengorbankan keuntungan.

          3. Sektor Air Minum & Fast Moving Consumer Good (FMCG): Perlindungan Hak Masyarakat Lokal

          Apa jadinya kalau perusahaan masuk ke wilayah adat tanpa izin, mengambil sumber daya, lalu pergi begitu saja?

          Itulah yang sering terjadi di daerah-daerah rawan konflik agraria—komunitas lokal kehilangan hak atas tanah, air, dan lingkungan hidup mereka.

          Nah, beberapa langkah berikut ini dapat dilakukan untuk memitigasi risiko-risiko di atas.

          • Berdialog dengan komunitas lokal dan tokoh adat
          • Menyusun mekanisme keberatan dan konsultasi yang mudah diakses masyarakat
          • Berinvestasi dalam pemulihan mata air serta konservasi hutan sekitar

          Praktik baik ini mencerminkan komitmen terhadap hak-hak masyarakat lokal, seperti:

          • Menghindari praktik pengambilan paksa lahan atau sumber daya
          • Memastikan masyarakat terlibat dan mendapat manfaat jangka panjang, bukan sekadar jadi penonton
          • Menerapkan prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC) dalam seluruh proses pengambilan keputusan

          Pada prinsipnya, tidak ada pembangunan berkelanjutan tanpa keadilan bagi komunitas lokal.

          4. Sektor Teknologi Digital: Budaya Kerja yang Sehat

          Di balik layar startup dan perusahaan teknologi yang tumbuh cepat, banyak karyawan mengalami tekanan tinggi, burnout, bahkan pelecehan di tempat kerja.

          Namun kini, sebagian perusahaan mulai menyadari bahwa budaya kerja yang sehat bukan sekadar bonus, tapi keharusan.

          Salah satu perusahaan teknologi menunjukkan komitmen ini lewat kebijakan internal seperti:

          • Cuti kesehatan mental tanpa stigma.
          • Fleksibilitas kerja bagi karyawan dengan kebutuhan khusus atau kondisi tertentu.
          • Penyediaan ruang aman anti-pelecehan dan forum refleksi tim secara rutin.

          Praktik-praktik ini tidak berdiri sendiri, melainkan menjadi bagian dari strategi jangka panjang perusahaan untuk menciptakan tempat kerja yang adil dan inklusif.

          5. Sektor Transportasi & Logistik: Perlindungan Pekerja Lapangan

          Pernahkah kamu membayangkan bagaimana rasanya bekerja berjam-jam di jalan raya tanpa jaminan perlindungan yang jelas?

          Bagi banyak pekerja gig seperti kurir atau mitra aplikasi, pekerjaan mereka rentan—minim perlindungan, tapi penuh risiko.

          Bayangkan jika perusahaan memenuhi hak-hak mitra seperti:

          • Asuransi dasar untuk semua mitra driver
          • Akses ke pelatihan keselamatan dan literasi keuangan
          • Penyediaan alat pelindung diri gratis dan sistem penilaian dua arah antara mitra dan pelanggan.

          Kebijakan ini bukan sekadar formalitas, tapi hasil dari mendengarkan suara mitra kerja dan memahami tantangan mereka sehari-hari. Syukurnya, beberapa perusahaan dalam kategori ini mulai menunjukkan komitmen nyata dengan melindungi dan menghormati hak mitra.

          5. Peran Anak Muda dalam Mendorong Bisnis yang Lebih Baik

          Anak Muda Bisa Berperan Lewat Banyak Jalur

          Kamu gak harus jadi aktivis, CEO, atau politisi untuk membawa perubahan. Berikut adalah beberapa peran nyata yang bisa kamu ambil—dengan kapasitasmu hari ini.

          Sebagai Konsumen Jadi Konsumen yang Peduli

          Harga murah sebuah produk atau jasa seringkali dibayar mahal oleh orang lain. Di balik kaos yang kita beli dengan harga Rp50.000, bisa jadi ada pekerja garmen di Jawa Barat yang digaji di bawah upah layak, atau buruh di Bangladesh yang bekerja 12 jam sehari tanpa perlindungan. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk berusaha menerapkan konsumsi yang bertanggung jawab. Artinya, kita tidak sekadar membeli tapi peduli pada proses di balik produk. Apa saja yang bisa kita lakukan? Simak tips berikut ya!

          • Pilih produk dari usaha yang jujur dan adil ke pekerjanya: Cari tahu apakah bisnisnya memperlakukan pekerja dengan baik.
          • Tanya: “Siapa yang bikin ini? Bagaimana cara mereka bikinnya?” Penting buat tahu cerita di balik produk yang kita beli.
          • Dukung usaha lokal yang baik: Bantu promosikan lewat media sosial atau beli produknya.
          • Kasih review yang jujur: Bukan hanya soal enak atau bagus, tapi juga soal nilai dan cara mereka berbisnis.
          • Belanja dengan bijak: Beli yang memang dibutuhkan, dan pikirkan dampaknya buat lingkungan dan orang lain.

          "Pilihanmu bukan sekadar belanja. Itu adalah suara."

          Sebagai Pekerja/Magang/Freelancer

          • Dokumentasikan hal baik dan buruk yang kamu alami
          • Usulkan perubahan kecil: mekanisme evaluasi, jam kerja sehat, kebijakan cuti
          • Cerita ke teman atau komunitas, bangun solidaritas internal
          • Tegaskan batas: kerja profesional ≠ kerja sampai burnout

          “Kamu bukan hanya tenaga kerja. Kamu juga manusia yang berhak bicara.”

          Sebagai pekerja atau tenaga magang, anak muda juga punya peran dalam menerapkan etika-etika dalam bisnis. Artinya, mereka tidak hanya menuntut bisnis untuk transparan, tapi juga mempraktikkannya sendiri. Misalnya, jelas dalam mengelola data, hati-hati saat membagikan informasi, dan tidak menyalahgunakan akses digital yang mereka punya. Pekerja perlu membiasakan diri untuk selalu meminta izin sebelum memakai data, gambar, atau karya orang lain. Praktik sederhana ini mencegah pelanggaran dan menegaskan bahwa hak digital setiap orang sama pentingnya dengan hak di ruang kerja fisik.

          Infographic with a blue left panel and three light-blue callouts on the right, each with bullet points.

          "Bisnis kecilmu bisa jadi contoh besar kalau kamu mulai dari nilai."

          Sebagai Warga Digital

          • Edukasi temanmu tentang hak pekerja, rantai pasok, dan konsumsi sadar
          • Bantu amplifikasi suara korban pelanggaran HAM dengan etika
          • Buat konten edukatif yang ringan tapi berdampak
          • Lawan normalisasi praktik buruk: unpaid internship, pelecehan di kantor, lembur tanpa kompensasi

          "Feed kamu bisa jadi ruang advokasi. Timeline kamu bisa jadi ruang perubahan."

          6. Lembar Aktivitas: Refleksi & Diskusi

          Kamu baru saja menyelesaikan Modul 4 tentang bisnis yang bertanggung jawab. Kamu telah belajar bahwa bisnis bukan hanya soal profit, tapi juga soal manusia, komunitas, dan keberlanjutan.

          Nah, sekarang saatnya kamu mengolah, menyuarakan, dan meneruskan pemahamanmu ke sekitarmu.

          Bagian 1: Refleksi Diri

          1. Apa satu praktik bisnis yang kamu anggap paling inspiratif dari modul ini? Kenapa itu penting menurutmu?
          Tuliskan pendapatmu:

          2. Apakah kamu pernah melihat atau mengalami bentuk bisnis yang tidak adil (misalnya eksploitasi, ketimpangan upah, atau perusakan lingkungan)?
          Ceritakan secara singkat:

          3. Sebagai anak muda, apa hal kecil yang bisa kamu lakukan untuk mendukung praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab?
          Misalnya: pilih produk yang etis, bicara di komunitas, bantu edukasi di media sosial, dan sebagainya.

          Bagian 2: Diskusi Kelompok

          Diskusikan dalam kelompok kecil (3–5 orang). Kalian boleh membuat catatan atau kampanye mini dari hasil obrolan ini.

          • Apa perbedaan paling nyata antara bisnis konvensional dan bisnis yang bertanggung jawab menurutmu?
          • Sektor mana yang menurut kelompokmu paling mendesak untuk berubah? Kenapa?
          • Apa tantangan yang membuat perusahaan enggan berubah? Bagaimana kita bisa mendorong perbaikan?
          • Kalau kamu membuat bisnis sendiri, prinsip apa yang akan kamu pegang?

          Bonus: Aktivitas Lanjutan

          Pilih salah satu aktivitas berikut ini untuk dilakukan setelah modul selesai:

          Mini Challenge: "1 Aksi untuk Bisnis Adil"

          Tulis satu aksi yang akan kamu lakukan minggu ini (misalnya: mengajak teman diskusi, share infografis, memberi review positif ke usaha lokal yang adil, dsb).

          Poster Refleksi: "Bisnis seperti apa yang aku dukung?"

          Buat satu poster/gambar/kalimat singkat yang menggambarkan bisnismu yang ideal. Bisa ditulis tangan, didesain digital, atau difoto dan dipajang.

          Ruang Obrolan

          Buat sesi ngobrol kecil di komunitas atau organisasi kamu. Gunakan diskusi di atas sebagai panduan.

            Suara Kita Bisa Menggerakkan Perubahan

            Membangun Gerakan Anak Muda dari Pengalaman, Cerita, dan Solidaritas

            Tujuan Pembelajaran
            Memulai Gerakan
            Advokasi & Kampanye
            Bentuk Aksi
            Aman Bersuara
            Refleksi

            Tujuan Pembelajaran

            Setelah mengikuti modul ini, peserta diharapkan mampu:

            • Mengetahui bentuk-bentuk kampanye dan advokasi HAM yang bisa dilakukan anak muda
            • Mengidentifikasi cara menyuarakan isu dengan kreatif, aman, dan berdampak
            • Memahami kekuatan kolektif dan kolaborasi lintas komunitas
            • Merancang langkah awal untuk mengubah keresahan pribadi menjadi gerakan bersama

            1. Dari Pengalaman ke Gerakan

            "Tapi aku cuma anak magang, karyawan kontrak, atau karyawan baru. Apa suaraku bisa mengubah apa-apa?"

            — Pertanyaan yang sering muncul. Jawabannya? Ya, bisa!

            Karena perubahan sering kali dimulai dari orang-orang biasa yang peduli, berani bersuara, dan memilih untuk bertindak.

            Semua Gerakan Dimulai dari Kesadaran dan Keberanian untuk Bicara

            Kadang, rasa tidak terima muncul saat kita mengalami ketidakadilan:

            • Dipaksa lembur tanpa bayaran
            • Disindir karena dari kelompok minoritas
            • Diabaikan karena kita perempuan
            • Dibayar di bawah UMP/UMK
            • Dibilang "kamu masih muda, tahan aja dulu"

            Awalnya kamu merasa ini tidak adil. Lalu kamu cerita ke teman. Ternyata, mereka juga mengalami hal yang sama.

            Ini bukan hanya tentang aku. Ini adalah fenomena sistemik.

            Dan dari sinilah gerakan dimulai dari keberanian orang biasa yang memilih untuk peduli, bersuara, dan beraksi bersama.

            Contoh Nyata: Kampanye #PayUp

            Awal 2020, merek-merek global membatalkan pesanan garmen senilai 40 miliar dolar AS akibat pandemi. Padahal banyak pesanan sudah diproduksi bahkan dikirim. Akibatnya, jutaan pekerja garmen (mayoritas perempuan dan banyak di antaranya ibu tunggal) kehilangan pekerjaan tanpa upah.

            Dari krisis ini lahirlah kampanye #PayUp yang dipelopori Remake bersama jaringan advokasi pekerja. Lewat petisi, laporan, dan tekanan publik, konsumen menuntut merek besar membayar kewajibannya. Dalam hitungan minggu, salah satu perusahaan berkomitmen membayar 170 juta dolar, disusul dengan perusahaan lainnya. Kampanye #PayUp membuktikan bahwa suara pekerja, aktivis, dan konsumen biasa bisa mendorong bisnis untuk lebih bertanggung jawab.

            Informasi selengkapnya bisa dibaca di laman berikut ya.

            Suara Personal Bukan Hal Kecil

            Kamu tidak perlu punya ribuan followers. Kamu tidak harus berorasi di depan kampus.

            Yang kamu butuhkan adalah:

            • Keberanian untuk jujur
            • Keinginan agar ketidakadilan tidak terjadi lagi
            • Kemauan untuk menciptakan sesuatu—cerita, gambar, tulisan, atau obrolan.

            Satu suara bisa membuka ruang bagi seratus orang lainnya untuk merasa tidak sendiri.

            Karena perubahan dimulai dari keberanian untuk bersuara, sekecil apa pun itu.

            Pengalamanmu = Penggerak Perubahan

            Setiap pengalaman yang kamu alami bisa menjadi titik awal perubahan. Bukan hanya valid, pengalamanmu penting dan bisa menggerakkan orang lain.

            Pernah jadi korban pelanggaran

            Cerita dengan aman, bantu orang lain merasa didengar.

            Temanmu jadi korban

            Ciptakan ruang aman untuk ngobrol, dampingi ke pelaporan.

            Tahu praktik buruk di komunitasmu

            Edukasi publik lewat konten, tulisan, atau forum terbuka.

            Tidak mengalami langsung, tapi peduli

            Bantu menyuarakan dan memperluas jangkauan pesan.

            Setiap aksi, sekecil apa pun, adalah bagian dari gerakan. Karena perubahan dimulai dari keberanian untuk peduli dan bertindak.

            Kekuatan Narasi: Suaramu Bisa Menggerakkan

            Narasi personal bukan sekadar cerita, tapi bisa menjadi alat perubahan.

            Ketika kamu membagikan pengalamanmu, kamu bisa:

            • Membuka mata mereka yang selama ini diam
            • Membuat pelaku sadar
            • Mendorong institusi untuk bertanggung jawab dan berubah
            • Menjadi benih gerakan yang jauh lebih besar dari dirimu sendiri

            2. Apa Itu Advokasi? Apa Bedanya dengan Kampanye?

            "Kalau aku bikin poster dan upload di Instagram, itu sudah termasuk advokasi belum?"

            "Kalau aku ajak teman buat bikin surat ke kampus atau teman kerja ke Divisi Sumber Daya Manusia (SDM), itu termasuk kampanye bukan sih?"

            Banyak anak muda yang aktif menyuarakan keresahan, tapi bingung membedakan antara kampanye dan advokasi.

            Keduanya penting. Keduanya bisa berdampak. Tapi cara dan tujuannya beda.

            Kampanye: Menyebarkan Kesadaran, Mengajak Peduli

            Kampanye adalah cara untuk mengajak publik peduli terhadap suatu isu.

            Tujuannya: supaya makin banyak yang tahu, sadar, dan mau ikut bergerak.

            Colorful infographic with a dark blue left column of bullet points and four panels on the right.

            Kampanye bukan soal seberapa besar aksi kamu, tapi seberapa kuat pesan yang kamu sampaikan.

            Kalau kamu punya cerita, ide, atau kepedulian, itu sudah cukup untuk mulai.

            Advokasi: Mendorong Perubahan Sistem

            Advokasi dalam BHR adalah upaya untuk mengubah kebijakan, praktik, atau sistem bisnis yang tidak adil atau melanggar hak asasi manusia.

            Tujuannya adalah agar pihak yang memiliki kekuasaan—seperti perusahaan, manajemen, pemilik usaha, pemerintah atau regulator—bertindak untuk melindungi dan menghormati hak-hak pekerja dan komunitas terdampak.

            Infographic with four colored text blocks on the right and color legend bars on the left.

            Advokasi bukan tentang konfrontasi, tapi tentang membangun pengaruh, menyampaikan suara yang terdampak, dan mendorong perubahan yang adil dan berkelanjutan.

            Kampanye dan Advokasi: Dua Cara Mendorong Perubahan

            Dua-duanya penting.

            • Kampanye membuat publik peduli.
            • Advokasi mendorong sistem untuk tidak bisa lagi berpura-pura tidak tahu.

            Dan kamu bisa mulai dari mana saja—tergantung gaya, kapasitas, dan keberanianmu saat ini.

            Entah lewat cerita pribadi, konten edukatif, atau dialog strategis, setiap langkahmu punya arti.

            Karena dalam gerakan untuk keadilan, tidak ada peran yang terlalu kecil.

            3. Bentuk-Bentuk Aksi yang Bisa Kamu Lakukan

            "Aku peduli. Tapi aku bukan aktivis. Bisa ngapain, ya?"

            Kamu tidak harus demo.

            Kamu tidak harus punya organisasi.

            Kamu bahkan tidak harus ngomong di depan umum.

            Yang kamu butuh cuma satu hal: kemauan untuk bersuara.

            Ada banyak cara untuk melakukannya—bisa disesuaikan dengan kepribadian, kapasitas, dan keberanianmu.

            Cerita Personal

            Contoh aksi:

            • Menulis pengalaman sebagai korban, saksi, atau pendamping
            • Format: blog, utas Twitter/X, caption panjang, puisi, video refleksi
            • Cerita bisa disamarkan, dipersonalisasi, atau dikembangkan jadi karya fiksi

            Dampak: Membuka ruang pengakuan, membuat orang lain merasa tidak sendiri.

            Kampanye Digital

            Contoh aksi:

            • Carousel Instagram tentang pelanggaran HAM di dunia kerja
            • Video pendek (TikTok, reels) tentang pengalaman atau edukasi
            • Kuis interaktif, polling, thread ringan

            Tips: Gunakan bahasa yang relate dan visual yang engaging

            Tujuan: Meningkatkan kesadaran publik dan membangun dukungan

            Karya Kreatif

            Contoh aksi:

            • Zine kolektif, mural, komik strip, desain kaos
            • Soundscape, puisi audio, podcast bertema keadilan
            • Pameran seni tentang hak-hak anak muda

            Cocok untuk kamu yang lebih ekspresif lewat bentuk non-verbal

            Kolektif dan Komunitas

            Contoh aksi:

            • Diskusi publik, nonton bareng film isu sosial, open mic reflektif
            • Forum pekerja muda, komunitas advokasi, support group magang
            • Kolaborasi lintas komunitas untuk aksi atau edukasi

            Tujuan: Mengumpulkan kekuatan, membangun jaringan, saling jaga

            Advokasi Struktural

            Contoh aksi:

            • Menyusun surat terbuka atau petisi
            • Audiensi dengan HRD, manajemen, atau lembaga pemerintah
            • Mengusulkan revisi SOP, kode etik, atau kebijakan internal
            • Menyusun policy brief atau rekomendasi bersama

            Cocok untuk kamu yang sudah tahu target perubahan dan punya tim pendukung

            Kamu Bisa Mulai dari...

            Nulis Buat blog, puisi, opini
            Desain Bikin infografik kampanye
            Ngobrol Bikin podcast atau forum
            Nge-post Bikin konten edukatif di TikTok
            Organisir Bentuk komunitas dampingan
            Teliti Tulis laporan mini atau data pendukung advokasi

            Aksi terbaik adalah aksi yang kamu lakukan sesuai dengan kesanggupanmu.

            Setiap langkah kecil bisa jadi bagian dari gerakan besar.

            4. Kunci Aman Saat Bersuara di Ruang Publik

            "Aku mau bicara. Tapi... aman gak ya?"

            Suara kamu penting. Tapi keselamatan kamu jauh lebih penting.

            Menyuarakan keresahan secara publik (baik lewat media sosial, forum kampus, atau aksi langsung) bisa jadi langkah besar yang berdampak.

            Tapi tanpa persiapan, itu bisa menimbulkan risiko psikologis, sosial, bahkan hukum.

            Ini Bukan Tentang Paranoia. Ini Tentang Strategi.

            Bersuaralah… tapi jangan sendirian.

            Bersuaralah… tapi tahu batasmu.

            Bersuaralah… tapi siapkan rute pulang.

            Checklist Sebelum Bersuara Publik:

            Aku tahu tujuan utama dari pesanku Sudah?
            Aku tahu siapa targetku (perusahaan? institusi? asosiasi?) Sudah?
            Aku sudah menyiapkan narasi yang jelas dan tidak menyerang pribadi Sudah?
            Aku punya teman/tim untuk mendampingi atau backup Sudah?
            Aku siap secara mental jika responsnya beragam Sudah?
            Aku sudah menyensor nama, identitas, atau bukti sensitif Sudah?

            Tips Keamanan Personal Saat Bersuara

            1. Sebelum Publikasi: Siapkan Dukungan dan Strategi

            • Bikin grup diskusi kecil sebelum publikasi untuk uji narasi dan dapat masukan.
            • Minta satu orang jadi penyangga emosional—teman yang siap mendampingi saat kamu butuh dukungan.
            • Jangan jalan sendirian, baik secara fisik maupun emosional.

            2. Tentukan Batas Privasi

            • Pikirkan: Sejauh mana kamu ingin dikenal?
            • Jangan pernah unggah file asli seperti surat kontrak, ID card, atau foto tempat kerja tanpa sensor.

            3. Simpan semua bukti dan respons

            • Screenshot semua interaksi yang muncul: dukungan, kritik, atau ancaman.
            • Catat jam, tanggal, dan akun yang terlibat.
            • Simpan di tempat aman, bisa jadi bukti jika diperlukan.

            Waspadai Risiko Ini

            Doxing (penyebaran data pribadi) Gunakan akun terpisah, batasi informasi diri
            Victim-blaming Siapkan pesan balasan atau teman untuk bantu klarifikasi
            Laporan balik hukum (UU ITE) Hindari menyebut nama langsung jika belum siap bukti kuat
            Tekanan mental Rencanakan "jeda digital", punya safe space untuk recharge

            "Keberanian tanpa perlindungan adalah kerentanan."

            Jadilah berani—tapi tetap cerdas. Tetap aman.

            5. REFLEKSI

            Biar tidak hanya berhenti jadi wacana, yuk refleksi sejenak:

            1. Apa satu hal yang bikin kamu paling "terpanggil" selama belajar modul ini?

            (Mungkin cerita yang mirip dengan pengalamanmu, ketidakadilan yang selama ini dianggap biasa, atau semangat dari orang lain yang berani bicara.)

            2. Kalau kamu bisa memilih satu aksi paling sederhana, apa itu?

            (Contoh: cerita ke satu orang, posting satu kutipan, menulis pengalamanmu, kirim modul ini ke teman, bantu mendengarkan orang lain.)

            3. Apa satu hal yang kamu butuhkan supaya bisa mulai?

            (Teman yang suportif? Ruang aman? Template konten? Waktu luang?)

            4. Siapa satu orang yang ingin kamu ajak bergerak bareng?

            (Teman satu kerja? Rekan komunitas? Adikmu sendiri?)

            Ingat:

            • Kamu tidak harus langsung siap segalanya
            • Kamu tidak harus jadi pahlawan
            • Kamu tidak harus terlihat aktif

            Yang kamu butuh:

            • Kesadaran yang jujur
            • Satu langkah kecil, tapi nyata
            • Satu niat untuk menghentikan ketidakadilan di lingkunganmu

            Kamu boleh mulai pelan. Tapi jangan berhenti bergerak.

            Karena perubahan butuh orang sepertimu.

            Supported by the European Union

            Funded by the European Union