Dari Pesisir ke Rak Penjualan: Kisah Perempuan Nelayan yang Menggerakkan Perubahan

17 November 2025
Masked woman holds a cereal box at a table with a red bowl; flowers sit nearby.

Peserta perempuan mengemas abon ikan, meperlihatkan bagaimana pelatihan ini memberdayakan perempuan nelayan untuk meningkatkan nilai hasil tangkapan dalam bentuk olahan ikan.

UNDP Indonesia

Matahari mulai terbenam di Desa Momojiu, Morotai, ketika sekelompok warga berkumpul di tepi pantai. Ember dan baskom berjejer di atas pasir, siap menampung hasil tangkapan hari itu. Sebuah kotak pendingin besar menunggu tak jauh dari sana, tempat tuna berukuran lebih dari 20 kilogram akan disimpan setelah perjalanan melaut selama 14 jam, sejauh 60 mil dari pesisir.

Begitu kapal-kapal bersandar, tuna berukuran kecil langsung dibawa ke daratan. Di sanalah Mama Melanie—nelayan perempuan setempat—cekatan membersihkan dan menyiangi ikan untuk pelanggan yang sudah menunggu di bibir pantai.

“Perusahaan pengolahan hanya ambil tuna yang besar,” ujarnya sambil menyerahkan ikan yang baru dipotong. “Jadi yang kecil-kecil kami jual langsung di sini, atau keliling kampung naik motor. Kalau hasil tangkapan lagi banyak, harga turun. Kadang tidak semua laku terjual. Sisanya ya rusak.”

Mama Melanie, nelayan perempuan di Morotai, membersihkan dan menjual ikan kecil di tepi pantai, memaksimalkan hasil tangkapan setiap hari. Foto: UNDP Indonesia

Kisah seperti ini hanyalah salah satu contoh tantangan yang dihadapi nelayan skala kecil di pulau-pulau terpencil Indonesia. Di Morotai, terbatasnya fasilitas penyimpanan dingin dan turunnya harga saat musim puncak membuat keluarga nelayan sering harus merelakan sebagian hasil jerih payah mereka terbuang. Sementara itu, di Tanimbar, jauhnya jarak distribusi dan minimnya fasilitas rantai dingin membuat nelayan kesulitan menjaga kualitas dan nilai jual ikan.

Bagi banyak perempuan nelayan seperti Mama Melanie—yang mengelola keuangan rumah tangga sekaligus memasarkan ikan—tantangannya bukan sekadar menangkap lebih banyak, tapi menyelamatkan apa yang sudah ditangkap.

Masalah pasca-panen masih menjadi salah satu kendala utama perikanan skala kecil di Indonesia, terutama di wilayah kepulauan terluar di mana infrastruktur distribusi dan penyimpanan belum merata. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2024) mencatat bahwa ketersediaan infrastruktur rantai dingin dan fasilitas pengolahan masih tidak merata di sepanjang koridor logistik perikanan, sementara banyak usaha pengolahan skala kecil menghadapi keterbatasan kapasitas. 

Memperkuat rantai nilai perikanan—mulai dari penanganan, pengolahan, hingga pemasaran—menjadi kunci untuk meningkatkan pendapatan lokal dan mendukung transisi ekonomi biru yang inklusif. Pelatihan diversifikasi olahan ikan membuka peluang bagi perempuan nelayan untuk mengubah ikan berharga rendah atau tidak terjual menjadi produk bernilai tambah yang lebih tahan lama, sehingga pendapatan menjadi lebih stabil dan rantai nilai lokal ikut menguat.

Mengubah Keterampilan Menjadi Ketahanan

Untuk menjawab tantangan susut ikan pasca-panen ini, UNDP Indonesia bekerja sama dengan KKP, dengan dukungan Pemerintah Jepang melalui Proyek JSB-seaBLUE, menyelenggarakan rangkaian pelatihan diversifikasi produk olahan ikan pada Oktober 2025. Menindaklanjuti upaya Pemerintah Jepang sebelumnya dalam memperkuat perikanan berkelanjutan dan infrastruktur rantai dingin di pulau-pulau terpencil, kolaborasi ini diteruskan UNDP untuk meningkatkan praktik perikanan berkelanjutan di Indonesia Timur.

Photo shows volunteers in masks and hairnets serving plates of food at a charity event.

Seorang instruktur dari BP3SDM Ambon membimbing peserta di Selaru, Tanimbar saat mereka mempelajari teknik pengolahan ikan secara praktis. Foto: UNDP Indonesia

Pelatihan diadakan di dua lokasi utama—Kabupaten Pulau Morotai dan Kabupaten Kepulauan Tanimbar—melibatkan 150 perempuan nelayan dari lima desa. Dengan bimbingan instruktur dari BP3 Ambon, peserta belajar mengenai higienitas pangan, teknik pengolahan, metode memasak, perhitungan biaya, hingga teknik pengemasan agar produk dapat bertahan lebih lama dan siap memasuki pasar yang lebih luas.

Peserta mempraktikkan berbagai jenis produk olahan seperti bakso ikan, nugget ikan, sosis ikan, keripik ikan, hingga mi berbahan pasta ikan yang dirancang tahan lebih lama tanpa kehilangan rasa dan kesegarannya. Keterampilan ini membantu perempuan mengolah tuna kecil dan bycatch menjadi produk bernilai, mengubah potensi kerugian menjadi peluang usaha.
 

Peserta di Morotai belajar mengolah ikan menjadi produk yang layak jual, memperoleh keterampilan baru dan kepercayaan diri melalui pelatihan. Foto: UNDP Indonesia

Bagi Ibu Yeni dari Desa Wawama, pelatihan ini membuka pilihan baru untuk sumber penghasilan yang lebih berkelanjutan seiring bertambahnya usia. Biasanya ia membantu suaminya menjual ikan keliling desa dengan sepeda motor selama dua hingga tiga jam.

“Saya berharap dua tahun lagi bisa pensiun dari jualan ikan keliling,” ujarnya sambil tersenyum. “Lewat pelatihan ini saya jadi tahu ikan bisa diolah jadi berbagai macam produk. Saya pikir bisa mulai jual online, mungkin lewat Facebook, atau ke anak-anak SD dekat rumah.”

Three small bottles with white caps and dark liquid on a counter beside packaged food items.

Produk berbasis ikan yang dihasilkan oleh peserta pelatihan, mengubah sisa tangkapan ikan menjadi barang berharga. Foto: UNDP Indonesia

Bagi banyak peserta, pelatihan ini membuka wawasan mereka tentang kesempatan-kesempatan baru. Wahyu Retno Aris, S.St.Pi, Instruktur Pertama di BP3 Ambon, mengatakan bahwa ini adalah kali pertama banyak peserta menyadari bahwa ikan dapat diolah menjadi berbagai produk yang memiliki nilai pasar.

“Saat ibu-ibu semakin percaya diri dan kreatif mengolah ikan, itu artinya para ibu bisa berperan nyata meningkatkan kesejahteraan keluarga,” ujar Agustina Sopaheluwakan, S.Pi., M.Si., Kepala Kelompok Kerja Penyuluhan Perikanan BP3 Ambon saat menutup pelatihan.

Dari Dapur Lokal Menuju Ketangguhan Komunitas

Pelatihan ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan proyek untuk mengurangi susut ikan pasca-panen dan memperkuat ketahanan masyarakat di pulau-pulau terluar Indonesia. Inisiatif ini mendorong praktik ekonomi biru yang inklusif melalui penguatan rantai nilai perikanan dan peluang mata pencaharian berkelanjutan.

Lebih dari sekadar pelatihan, inisiatif ini adalah langkah menuju ketahanan. Dengan membekali perempuan nelayan keterampilan untuk mengubah hasil tangkapan menjadi produk bernilai tinggi, UNDP Indonesia dan para mitra membantu komunitas pesisir membangun sumber penghidupan yang lebih stabil, sekaligus berkontribusi pada pembangunan ekonomi biru yang inklusif.

Ketika perempuan memimpin, komunitas berkembang—dan laut tetap menjadi sumber kehidupan bagi generasi yang akan datang(*). 
 

Pelajari lebih lanjut tentang upaya UNDP Indonesia untuk memberdayakan komunitas pesisir dan mendorong praktik perikanan berkelanjutan di www.undp.org 

 

Penulis : Anastasia Weningtias

Editor: Thomas Benmetan